Rabu, 29 Januari 2025

Tentang seruan, ASHOLAATU JAAMI'AH


Dinuqil : mbah Bus(yrowi)

Seruan ASHOLLAATU JAAMI'AH, khusus untuk shalat gerhana,
TIDAK UNTUK SERUSN SHALAT IDUL FITHRI/ADHA

hadits dari Abdullah bin Amru bin 'Ash,
 
عَنْ خَبَرِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ قَالَ لَمَّا انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُودِيَ بِ الصَّلَاةَ جَامِعَةً فَرَكَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ فِي سَجْدَةٍ ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ فِي سَجْدَةٍ ثُمَّ جُلِّيَ عَنْ الشَّمْسِ فَقَالَتْ عَائِشَةُ مَا رَكَعْتُ رُكُوعًا قَطُّ وَلَا سَجَدْتُ سُجُودًا قَطُّ كَانَ أَطْوَلَ مِنْهُ 

dari kabar Abdullah bin Amru bin Ash bahwa ia berkata; Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka diserukanlah (kepada kaum muslimin) dengan seruan, ASH SHALAATU JAAMI'AH (Marilah kita menunaikan shalat jama'ah)." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ruku' dua kali dalam rakaat pertama, kemudian beliau berdiri lalu ruku' lagi dua kali dalam rakaat kedua. Setelah itu matahari sudah kembali normal, maka Aisyah pun berkata, "Saya sama sekali tidak pernah melakukan ruku' dan tidak pula sujud yang lebih panjang darinya."
[

UCAPAN IDUL FITRI YANG SESUAI SUNNAH

 UCAPAN IDUL FITRI
YANG SESUAI SUNNAH ?
~~~~~~~~~~~~~~~~~

Oleh : Ust. Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A.

Sehubungan dengan akan datangnya Idul Fitri, sering kita dengar tersebar ucapan: 

"MOHON MAAF LAHIR & BATIN ”

Seolah-olah saat Idul Fitri hanya khusus untuk minta maaf.

Sungguh sebuah kekeliruan, karena Idul Fitri bukanlah waktu khusus untuk saling maaf memaafkan. 

Memaafkan bisa kapan saja tidak terpaku dihari Idul Fitri...

Demikian _*Rasulullah shallallahu alaihi wasallam*_ mengajarkan kita.

Tidak ada satu ayat Qur'anataupun suatu  Hadits yang menunjukan keharusan mengucapkan “Mohon Maaf Lahir dan Batin” disaat-saat Idul Fitri.

Satu lagi, saat Idul Fitri, yakni mengucapan :
"MINAL 'AIDIN WAL FAIZIN".

Arti dari ucapan tersebut adalah :
"Kita kembali dan meraih kemenangan”

KITA MAU KEMBALI KEMANA?
Apa pada ketaatan atau kemaksiatan? 

Meraih kemenangan? 
Kemenangan apa? 

Apakah kita menang melawan bulan Ramadhan sehingga kita bisa kembali berbuat keburukan? 

Satu hal lagi yang mestik dipahami, setiap kali ada yang mengucapkan
“ Minal ‘Aidin wal Faizin ”

Lantas diikuti dengan kalimat,
“ Mohon Maaf Lahir dan Batin ”.

Karena mungkin kita mengira artinya adalah kalimat selanjutnya. 

Ini sungguh KELIRU luar biasa...

Coba saja sampaikan kalimat itu pada saudara-saudara seiman kita di Pakistan, Turki, Saudi Arabia atau negara-negara lain....

PASTI PADA BINGUNG....

Sebagaimana diterangkan di atas, dari sisi makna kalimat ini keliru sehingga sudah sepantasnya kita HINDARI.

Ucapan yang lebih baik dan dicontohkan langsung oleh para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, yaitu :

"TAQOBBALALLAHU MINNA WA MINKUM"
(Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).

Jadi lebih baik, ucapan di SMS /BBM / WA,, kita :

"Selamat Idul Fitri.
Taqobbalallahu minna wa minkum "
Barakallahu Fiikum

Jawaban sesuai Sunnah adalah dgn mengucapkan pula Taqobbalallahu Minna Wa Minkum ...

Kewajiban kita hanya men-syiar kan selebihnya kembalikan kepada masing-masing Karena kita tdk bisa memberi hidayah kpd orang lain hanya Allah lah yg bisa memberi hidayah kepada hamba NYA yg IA kehendaki [⋅}

Semoga bermanfaat...

(Mohon utk di share kembali)

Tentang idul Fitri

TUNTUNAN SHOLAT IDUL FITHRI

( dan rangkaian ibadah sebelum dan sesudahnya )

OLEH : MUHAMMAD BUSYROWI ABDULMANNAN

A. pada hari akhir Ramadhan potong kuku, pangkas rambut ( ketiak , kemaluan , cambang, kumis)

B. tanggal 1 Syawal, pagi hari Mandi besar ( termasuk wanita haid )

C. Memakai wangi-wangian dan berpakaian yang paling bagus 

D. Takbir Idul Fithri dimulai sesudah shubuh , dilantunkan sejak berangkat dari rumah menuju tanah lapang

E. pelaksanaan shalat lebih siang lebih baik karena memberi kesempatan yang masih memberikan zakat fithrah agar tak tertinggal shalat Idnya

F. makan pagi, 
Sebagsi tanda sudah tidak puasa lagi.
Kembali makan pagi lagi (idul ifthar/fithri)
Juga bisa dimaknai karena rasa lelah sesudah memikul zakat fithrah dan dibawa ke rumah orang miskin yang diberinya

G. menuju tanah lapang, berjalan kaki ( atau berkendara), sambil bertakbir
Rasulullah SAW belum pernah sholat Id di Masjid, walau masjid Nabawy bisa menampung penduduk Madinah
H. Lafal takbir menurut sunnah :

1. ALLOOHU AKBAR ( 2 kali ) KABIIROO
KEDUA LAFAL Ini berdasar hadits dari Salman riwayat Abdur rozaq
Lafal inilah yang dipilih sebagaian besar khotib untuk sering dibaca di sela sela khutbah. Karena hadits dari Ibnu Majah riwayat Sa’ad ( muadzin Nabi ) menerangkan Nabi memperbanyak takbir di sela sela khutbah

2. ALLOOHU AKBAR( 2 ) . LAA ILAAHA ILLALLOOHU , ALLLOOHU AKBAR. ALLOOHU AKBAR WA LILLAAHIL HAMD
Ini berdasar hadits dari Umar dan Ibnu Mas’ud riwayat Jabir

3. Lafal takbir dengan ucapan ALLOOHU AKBAR KABIIRO WAL HAMDU LILLAAHI KATSIIRO WA SUB HAANALLOOHI BUKROTAN WA ASHIILAA dan seterusnya , BUKAN lafal takbir hari raya, takbir tersebut diucapkan Nabi ketika Fatkhu Makkah atau penaklukan Kota Mekkkah.
Imam Syafi’I dalam kitabnya Al Umm mengatakan, aku menyukai menambah lafal takbir hari raya dengan lafal tersebut.Hal ini berarti sejak masa Nabi sampai 170 tahun belum ada lafal takbir tersebut. Barulah diamalkan oleh sebagian ummat setelah Imam Syafi'I yang lahir 170 tahun sesudah Nabi wafat baru menuntunkan dan menulis pendapatnya dalam kitab Al Umm tersebut,
Oleh sebab itu para ulama termasuk Imam Sayid Sabiq dalam kitabnya Fiqhus Sunnah tidak mencantumkan LAFAL TAKBIR TERSEBUT pada bab lafal takbir Id .
dan Muhammadiyah tidak mengamalkannya, cukup melafalkan takbir yang disunnahkan Rasulullah SAW . Karena beliau adalah Uswah Khasanah ( Tauladan yang baik ). Kalau ada tauladan yang baik mengapa perlu mentauladani tuntunan orang lain )

I. tanpa adzan dan iqomah, dan tanpa aba aba seperti ASHOLA-TU QO-IMAH atau ASH SHOLA-TU JA-MI'AH

J. Sholat Idul Fithri dua rakaat , sebagai berikut :

1) rakaat pertama setelah takbirotul ihram kemudian takbir lagi 7 kali,  

2) di sela sela takbir tak ada bacaan apa pun. 
Nabi tidak menuntunkan di sela sela takbir membaca SUB HA-NALO-H, WAL HAMDULILLA-H, WA LA- ILA-HA ILLALLO-H WALLO-HU AKBAR 

3) setelah takbiratul ihram kemudian takbir 7 takbir 
- Imam membaca doa iftitah, ta’awaudz, basmalah kemudian al fatikhah dan surat/ayat Alqur’an
- Makmum membaca doa iftitah, dan mendengarkan al fatikhah imam.  
Setelah imam selesai membaca al fatikhah , makmum membaca amin bersama imam. 
Kemudian makmum membaca ta’awudz dan al fatikhah sambil mendengarkan imam bembaca ayat Al Qur’an

4) rakaat kedua , setelah takbir intiqal, kemudian takbir 5 kali
- Imam membaca ta’awaudz, basmalah kemudian al fatikhah dan surat/ayat Alqur’an
- Makmum mendengarkan al fatikhah imam.  
Setelah imam selesai membaca al fatikhah , makmum membaca amin bersama imam. 
Kemudian makmum membaca ta’awudz dan al fatikhah sambil mendengarkan imam bembaca ayat Al Qur’an

5) sesudah salam, jamaah harus mendengarkan khutbah dan harus berdoa bersama dengan khotib. TIDAK dibenarkan memalingkan perhatian khutbah seperti : bercakap2, merokok apalagi beranjak dari duduk untuk pergi

6) diakhiri dengan satu khutbah ( tidak dua khutbah yang diselingi duduk )

7) KHUTBAH DIAWALI DENGAN HAMDALAH, 
TAK ADA TUNTUNAN DIAWALI DENGAN TAKBIR, KEMUDIAN BARU HAMDALAH. APALAGI HARUS TAKBIR 7 ATAU 9 KALI SEBELUM HAMDALAH
- Imam An Nawawy dalam Kitabnya Al Khulashoh berkata , tak ada suatu dalil pun yang kuat menetapkan bahwa khutbah Id itu dua khutbah. Segala riwayat yang menerangkan bahwa Nabi SAW khutbah dua kali dengan mengadakan perselangan dua khutbah itu dengan duduk, adalah dlo’if Dan tak ada keterangan Nabi memulai khutbah dengan takbir.
- Imam Ash Shon’ani berkata, khutbah hari raya itu disyareatkan rukun rukunnya seperti khutbah jumat. Dalam khutbah itu Rasulullah SAW memberi perintah dan nasehat. Tetapi khutbahnya tidak dua kali seperti khutbah jumat karena tak ada keterangan mengenai khutbah Id dua kali. Khutbah dua kali hanyalah qiya dan tak ada qiyas dalam Ibadah . Riwayat yang menerangkan adanya khutbah Id dua kali , dipisahkan dengan duduk adalah riwayat dla’if
- Imam Syaukani menjelaskan, “Dalam hal ini tidak ada dalil yang shahih yang dapat dijadikan pegangan. Adapun yang diriwayatkan Baihaqi dari’Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah, dia berkata, ‘Termasuk di antara sunnah khotbah adalah mengawali khotbah dengan sembilan kali takbir secara berurutan, dan pada khotbah yang kedua adalah dengan tujuh kali takbir.’ Jika yang dimaksud sunnah (dalam hadits ini -ed) adalah sunnah Rasulullah, maka hadits ini tergolong hadits mursal[2]. Akan tetapi, jika yang dimaksud adalah sunnah shahabat, maka hadits ini tidak dapat dijadikan dalil, kecuali merupakan kesepakatan mereka.
- Ibnul Qayyim berkata, ‘Adapun ucapan para fuqaha, bahwa khotbah istisqa’ (minta hujan) diawali dengan istigfar dan (khotbah) shalat ‘ied diawali dengan takbir, maka sama sekali tidak ada sunnah dari Rasulullah berkenaan dengan hal tersebut. Justru, sunnah Rasulullah menyelisihi hal itu. Sunnah Rasulullah adalah bahwa seluruh khotbah diawali dengan (ucapan) ‘alhamdu’.’” (As-Sailur Jarar: I/319)
- Ada sebuah hadits dari Sa’id bin ‘A’id, dia berkata, “Rasulullah bertakbir di tengah-tengah khotbah. Beliau memperbanyak takbir pada khotbah ‘Ied.” (Hr. Ibnu Majah: 1287)
- Akan tetapi, hadits ini dha’if. As-Sindi dalam Syarh Sunan Ibnu Majah berkata, “Dalam Zawa’id dikatakan bahwa sanadnya dha’if, karena terdapat rawi dha’if, yaitu Abdur Rahman bin Sa’d, dan bapaknya tidak dikenal.” Hadits ini juga dinilai sebagai hadits yang dha’if oleh al-Albani dalam Dha’if Sunan Ibnu Majah.
- Rasulullah SAW menuntunkan khutbah apa pun dimulai dengan hamdalah.Tidak ada hadits yang menerangkan khusus untuk khutbah sholat Id diawali takbir 7 atau 9 sebelum hamdalah

K. selesai mendengarkan khutbah , jamaah berdoa bersama dan dipimpin khotib,

L. kemudian saling jabat tangan dan mengucap TAQOBBALALLOOHU MINNAA WA MINKUM (semoga Allah menerima amal ibadah kita), dijawab dengan kata kata yang sama (TAQOBBALALLOOHU MINNAA WA MINKUM ) atau cukup menjawab amin. 

Adapun tambahan , TAQOBBAL YAA KARIIM, ini bukan sunnah

M. jalan pulang lain dengan jalan yang dilalui ketika berangkat

HANYA UNTUK KALANGAN SENDIRI

Posisi duduk sesudah Shalat

POSISI DUDUK,
IMAM DAN MAKMUM 
SESUDAH SHALAT FARDHU

Oleh : M. Busyrowi Abdulmannan

1. Bagi orang yang sholat sendiri ( munfarid ) Atau menjadi makmum , maka sesudah salam jangan merubah posisi duduk tawaruk. 
Makmum selesai shalat, sebaiknya tetaplah dalam posisi duduk tawaruk . jangan membiasakan bersila atau bergeser ke belakang.
Berdasar hadits dari Abu Hurairah RA riwayat Muslim
وَحَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَيُّوبَ السَّخْتِيَانِىِّ عَنِ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تُصَلِّى عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ تَقُولُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ مَا لَمْ يُحْدِثْ وَأَحَدُكُمْ فِى صَلاَةٍ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ ».. صحيح مسلم - (ج 4 / ص 322)
SUNGGUH "MALAIKAT MENDOAKAN PADAMU 
ALLOOHUMAGH FIRLAHU, ALLOOHUMMARKHAM HU SELAMA DALAM POSISI DUDUKMU SESUDAH SHALAT,. 
DAN DIANGGAP MASIH DALAM KEAADAAN SHALAT (bacaan dzikir/doa dipahalai seperti bacaan shalat) SELAMA BELUM BATAL 

2. Posisi duduk imam, ada ada 5 amalan.

1. TETAP MENGHADAP KIBLAT,
amalan ini, tidak ada dalil haditsnya. Berarti amalan keliru.
Yan GB melakukan ini berdalil, berdoa itu sunnahnya menghadap kiblat. Ini bisa didebat : kalau begitu , khotib selesai khutbah berkhutbah apakah berdoanya menghadap kiblat ?
Orang keluar masjid, berdoanya apakah menghadap kiblat ?

2. MENGGESER DUDUKNYA SERONG KE KANAN
ini amalan sunnah, dalilnya, hadist Anas bin Malik ra, bahwasanya ia berkata :
أما أنا فأكثر ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم ينصرف عن مينه
“ Aku sering melihat Rosulullah saw berpaling ke sebelah kanan beliau . “ ( HR Muslim )

3. MENGGESER DUDUKNYA SERONG KE KIRI
ini amalan sunnah, walau jarang diamalkan umat

hadist Abdullah bin Mas’ud r.a bahwasanya ia berkata :
أكثر ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم ينصرف عن شماله
“ Sesungguhnya aku melihat nabi Muhammad saw banyak berpaling ke sebelah kiri . “ ( HR Muslim )

4. MENGHADAP MAKMUM

dari sahabat Samurah bin Jundab radhiallahu ‘anhu, ia menceritakan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً أَقْبَلَ عَلَينَا بِوَجْهِهِ‎
Kebiasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bila selesai shalat, Beliau menhadapkan wajahnya kepada kami. (HR. Al-Bukhâri, no. 845).

- Rasulullah SAW berdzikir dan berdoa tetap menghadap makmum.

5. MENGGESER DUDUKNYA SERONG KE KANAN, KEMUDIAN MENGHADAP KIBLAT LAGI UNTUK BER DOA
Amalan seperti ini, bukan sunnah.
Tidak ada hadits yang menerangkan ketika Rasulullah SAW selesai dzikir, kemudian kembali / membalik badan menghadap kiblat lagi. 
Kalau alasannya adab berdoa menghadap kiblat, toh khotib jumat berdoa membelakangi kiblat . juga ketika melakukan Thawaf dengan melafalkan dzikir dan doa , justru ka'bah harus selalu ada di sebelah kiri, artinya tidak menghadap kiblat

KAPAN IMAM MENGGESER DUDUKNYA ,?

Imam menggeser duduknya setelah membaca :
 اَسْتَغْفِرُ اَللَّهَ اَسْتَغْفِرُ اَللَّهَ اَسْتَغْفِرُ اَللَّهَ
  اَللَّهُمَّ أَنْتَ اَلسَّلَامُ وَمِنْكَ اَلسَّلَامُ . تَبَارَكْتَ يَا ذَا اَلْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
- Hadits dari Tsauban riwayat Ahmad
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ الطَّالْقَانِىُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ عَنِ الأَوْزَاعِىِّ حَدَّثَنِى أَبُو عَمَّارٍ حَدَّثَنِى أَبُو أَسْمَاءَ الرَّحَبِىُّ حَدَّثَنِى ثَوْبَانُ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنْصَرِفَ مِنْ صَلاَتِهِ قَالَ« أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ ». ثَلاَثاً . ثُمَّ يَقُولُ « اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ مسند أحمد - (ج 49 / ص 40) 
NABI JIKA AKAN MENGGESER DUDUKNYA SESUDAH SHALAT, BELIAU MEMBACA DAHULU ASTAGHFIRULLOOH (3 KALI) ALLOOHUMMA ANTAS SALAAM WA MINKAS SALAAM TABAAROKTA YAA DZAL JALALI WAL IKROOM

SESUDAH SALAM, BAGAIMANA CARA DUDUKNYA, ?

Baik imam atau makmum, posisi duduknya tetap duduk tawaru’, 

وَحَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَيُّوبَ السَّخْتِيَانِىِّ عَنِ ابْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- 
« إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تُصَلِّى عَلَى أَحَدِكُمْ *مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ* تَقُولُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ *مَا لَمْ يُحْدِثْ* وَأَحَدُكُمْ فِى صَلاَةٍ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ ».. صحيح مسلم - (ج 4 / ص 322)

Kata yang dicetak tebal,
*مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ*
Bisa diartikan selama tetap di tempat duduknya dan selama pada posisi duduknya

tentang SUJUD SYAHWI


Dinuqil,  mbah Bus

1. Pengertian menurut bahasa , sahwi ialah lupa.

2. Sujud sahwi dilakukan jika karena dalam shalat wajib / sunat, lupa tidak melakukan atau membaca  yang rukun. Misal lupa tidak ahiyat awal, atau lupa tidak membaca al fatihah pada rokaat yang ke berapa. 

3. Sujud sahwi dilakukan dua kali, diselingi duduk antara dua sujud
hadits ‘Abdullah bin Buhainah,
فَلَمَّا أَتَمَّ صَلَاتَهُ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ فَكَبَّرَ فِي كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ جَالِسٌ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ
“Setelah beliau menyempurnakan shalatnya, beliau sujud dua kali. Ketika itu beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi duduk. Beliau lakukan sujud sahwi ini sebelum salam.” (HR. Bukhari no. 1224 dan Muslim no. 570)
Contoh cara melakukan sujud sahwi sesudah salam dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah,
فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَسَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ فَرَفَعَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ وَرَفَعَ
“Lalu beliau shalat dua rakaat lagi (yang tertinggal), kemudia beliau salam. Sesudah itu beliau bertakbir untuk  bersujud. Kemudian bertakbir untuk duduk antara dua sujud Kemudian bertakbir kembali untuk  sujud kedua kalinya. Sesudah itu bertakbiruntuk duduk (HR. Bukhari no. 1229 dan Muslim no. 573)

4. Dilakukan sebelum salam. Namun jika tetap masih lupa tidak melakukan sebelum slam, maka dilakukan sesudah salam, lalu sujud dua kali dan mengucap salam lagi sebagaimana salam menutup shalat.

5. Dalam hadits tidak dituntunkan bacaan tertentu pada atau ketika sujud sahwi, maka cara dan bacaan sujud syahwi sama dengan bacaan sujud biasa dalam shalat. Dan ketika duduk antara dua sujud juga membaca  sebagaimana kalau duduk antara dua sujud dalam  shalat

6. Ada pun bacaan
 
سُبْحَانَ مَنْ لاَ يَنَامُ وَلا يَسْهُو

 adalah bukan hadits,
 jangan diamalkan. 
Bacaan sujud sahwi *sama dengan bacaan sujud dalam shalat*, yaitu :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ، رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي‎

perlu Anda ketahui bahwa bacaan ini tidak ada dalilnya, baik dari Alquran, hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maupun perbuatan para sahabat. Al-Hafidz Ibnu
Hajar mengatakan, “Doa ini tidak ditemukan di kitab hadis mana pun.” (Lihat Talkhis Al-Khabir, 2:88). Ulama siapa yang mengarang / menuntun lafal sujud syahwi tersebut , tidak ada ulama yang bisa menjelaskan. 
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Dan hendaklah dia membaca di dalam sujud (sahwi)-nya bacaan yang diucapkan di dalam sujud ketika shalat, karena sujud sahwi tersebut merupakan sujud yang disyariatkan serupa dengan sujud di dalam shalat.” (Al-Mughni, 2:432–433)

7. Sujud Sahwi Sebelum ataukah Sesudah Salam?
Sujud sahwi dilakukan sebelum salam setelah selsai tahiyat 
Namun jika terlanjur salam. Karena lupa juga seharusnya melakukan sebelum salam. Maka dilakukan segera setelah salam
Sujud sahwi sesudah salam ini ditutup lagi dengan salam sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Imron bin Hushain,
فَصَلَّى رَكْعَةً ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ.
“Kemudian beliau pun shalat satu rakaat (menambah raka’at yang kurang tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi dengan dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.” (HR. Muslim no. 574)
و الله اعلم بالصواب
[20/7/2022 18.31] Habib Nurrochim: Assalamu'alaikum Pak. Sy ingin bertanya, kn ada hadits yg menyampaikan bahwa: apabila istri enggan diajak dalam masalah ranjang,penduduk langit akan melaknatnya,  Allah di atas arsy. apakah Allah termasuk penduduk langit?  apakah Allah  melaknat perempuan tersebut pak? Sy bingung menafsirkan..

BILANGAN RAKA’AT SHALAT TARAWIH

BILANGAN RAKA’AT SHALAT TARAWIH
sejak nabi, sahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in

Manqul oleh : mbah Bus

Mengenai masalah ini, diantara para ulama salaf terdapat perselisihan yang cukup banyak (variasinya) hingga mencapai belasan pendapat, sebagaimana di bawah ini:

1. Sebelas raka’at (8 + 3 Witir),riwayat Malik dan Said bin Manshur.

2. Tiga belas raka’at (2 raka’atringan + 8 + 3 Witir), riwayat Ibnu Nashr dan Ibnu Ishaq, atau (8 + 3 + 2),atau (8 + 5) menurut riwayat Muslim.

3. Sembilan belas raka’at (16 + 3).

4. Dua puluh satu raka’at (20 + 1),riwayat Abdurrazzaq.

5. Dua puluh tiga raka’at (20 + 3),riwayat Malik, Ibn Nashr dan Al Baihaqi. Demikian ini adalah madzhab Abu Hanifah,Syafi’i, Ats Tsauri, Ahmad, Abu Daud dan Ibnul Mubarak.

6. Dua puluh sembilan raka’at (28 +1).

7. Tiga puluh sembilan raka’at (36 +3), Madzhab Maliki, atau (38 + 1).

8. Empat puluh satu raka’at (38 +3), riwayat Ibn Nashr dari persaksian Shalih Mawla Al Tau’amah tentang shalatnya penduduk Madinah, atau (36 + 5) seperti dalam Al Mughni 2/167.

9. Empatpuluh sembilan raka’at (40 +9); 40 tanpa witir adalah riwayat dari Al Aswad Ibn Yazid.

10. Tiga puluh empat raka’at tanpa witir (di Basrah, Iraq).

11. Dua puluh empat raka’at tanpa witir (dari Said Ibn Jubair).

12. Enam belas raka’at tanpa witir.

Yang persis nabi dan para sahabat, 11 rakaat, karena nabi adalah USWAH HASANAH

Adab pendengar khutbah Jumat

MAKMUM MENGANGKAT TANGAN KETIKA KHATIB BERDOA? 
DAN
APAKAH MAKMUM MENGAMINI 

Pertanyaan :
Ustadz, bagaimanakah seharusnya kita bersikap menurut hadits yang shahih pada saat imam berdoa pada khutbah ke-2 dalam shalat Jumat ? 
Apakah harus meng’amin‘kan dengan jahar (suara jelas) ? 
Bukankah dilarang mengucapkan sepatah katapun saat khatib menyampaikan khutbah shalat Jumat ? 
Dan haruskah jama’ah mengangkat kedua tangan saat imam berdoa ? 

*Jawaban :*
Pertanyaan semacam pertanyaan saudara ini juga pernah ditanyakan kepada syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, dan inilah jawaban beliau : “Mengangkat kedua tangan tidak disyari’atkan dalam khutbah Jum’at, juga tidak disyari’atkan dalam khutbah ‘Ied, baik bagi imam maupun makmum. Sesungguhnya yang disyari’atkan adalah diam mendengarkan khatib dan mengaminkan do’a nya dalam hati, dengan tanpa mengeraskan suara. 

Adapun mengangkat kedua tangan maka itu tidak disyari’atkan, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat kedua tangannya dalam khutbah Jum’at dan dalam khutbah ‘Ied. Dan ketika sebagian shahabat melihat sebagian umara’ (penguasa) mengangkat kedua tangannya dalam (do’a) khutbah Jum’at, dia mengingkarinya. Dia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengangkat kedua tangannya (di dalam khutbah Jum’at)”. Memang jika seorang khatib meminta hujan dalam khutbah Jum’at, maka dia mengangkat kedua tangannya ketika meminta turun hujan, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengangkat kedua tangannya dalam keadaan ini. 
Maka jika seorang khatib meminta hujan dalam khutbah Jum’at atau khutbah ‘Ied, disyari’atkan baginya mengangkat kedua tangannya karena meneladani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”. 
[Majmû’ Maqalaat Syaikh Bin Baaz, 12/339] 
Demikian juga masalah apakah jama’ah mengangkat kedua tangan saat imam berdoa, juga dijelaskan oleh syaikh al-‘allamah Abdurrahman bin Nashir al-Barraak sebagai berikut : “Mengangkat kedua tangan saat berdoa termasuk diantara sebab-sebab atau faktor-faktor yang menyebabkan terkabulnya do’a , tetapi hal itu disyari’atkan secara mutlak (umum) dan muqayyad (tertentu), yaitu disyari’atkan secara mutlak (umum) dalam do’a mutlak (umum), dan disyari’atkan secara muqayyad (tertentu) pada jenis-jenis do’a tertentu yang dijelaskan dalam dalil-dalil. Artinyanya adalah tidak disyari’atkan mengangkat kedua tangan dalam semua do’a muqayyad (tertentu), seperti do’a di akhir shalat sebelum salam atau setelah salam, karena tidak tidak ada riwayat dalam Sunnah yang menunjukkan hal itu. Tetapi disyari’atkan mengangkat kedua tangan dalam do’a muqayyad (tertentu) yang ditunjukkan oleh Sunnah, seperti do’a setelah melempar jumrah pertama dan kedua, do’a di atas bukit Shafa dan Marwa, do’a pada waktu istisqa (meminta hujan) dan do’a-do’a lainnya yang disebutkan dalam Sunnah. Dengan penjelasan ini, maka tidak disyari’atkan bagi para makmum mengangkat kedua tangan mereka pada saat do’a khatib di atas mimbar pada hari Jum’at.
 Imam Muslim telah meriwayatkan dari ‘Umarah bin Ruaibah, dia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat kedua tangannya di atas mimbar. 
Maka ‘Umarah berkata : 
قَبَّحَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ 
Semoga Allâh memburukkan dua tangan itu! Sesungguhnya aku telah melihat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah lebih dari mengisyaratkan dengan tangannya begini. Dia mengisyaratkan dengan jari telunjuknya”. [HR. Muslim, no. 874] Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa Sunnah tidak mengangkat dalam khutbah”. Wallahu a’lam. [al-Arâk Majmu’ Fatawa al-‘allamah al-Barraak, 1/32] [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVI/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] Home /Fiqih : Shalat Jum'at/Makmum Mengangkat Tangan Ketika...

Referensi: https://almanhaj.or.id/4593-makmum-mengangkat-tangan-ketika-khatib-berdoa.html

SHALAT ISTISQA


Oleh
Muhammad Busyrowi Abdulmannan
MAJLIS TA’LIM AL JAMAL

Pengertian Istisqa
Istisqa secara bahasa artinya meminta air minum dari orang lain untuk diri sendiri atau untuk orang lain.
Secara syariat, ulama mendefinisikan:
طلبه من الله عند حضور الجدب على وجهٍ مخصوص
“Meminta hujan kepada Allah, ketika terjadi kekeringan, dengan aturan dan tata cara tertentu.” (Fathul Bari, 2:492)
Waktu Pelaksanaan Shalat Istisqa
Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyasarah dinyatakan:
وتُصلّى في أي وقت خلا وقت الكراهة
“Shalat istisqa dilakukan di waktu kapanpun, selain waktu terlarang (untuk shalat).” (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyasarah, 2:177)
Tempat Pelaksanaan Shalat Istisqa
Shalat istisqa dilakukan di tanah lapang, sebagaimana shalat id, kecuali di Mekah, dilakukan di masjidil haram.
Abdullah bin Zaid radhiallahu ‘anhu mengatakan:
أنَّ النّبيّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – خرج إِلى المصلّى فاستسقى، فاستقبل القبلة وقلب رداءه
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju tanah lapang kemudian shalat istisqa, beliau menghadap kiblat dan membalik kain pakaian atasan beliau. (HR. Bukhari 1012 dan Muslim 894).
Menuju Lapangan dengan Penuh Khusyu dan Ketundukan
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu mengatakan:
خرج رسول الله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – للاستسقاء متذلّلاً متواضعاً متخشعاً متضرّعاً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju shalat istisqa dengan tunduk, tawadhu, khusyu, dan penuh perendahan diri (kepada Allah ed.).” (HR. Abu Daud 1032, Turmudzi 459, Nasai 1416, dan dishahikan al-Albani).
Tanpa Adzan dan Tanpa Iqamah
Dari Abu Ishaq, beliau menceritakan:
خرج عبد الله بن زيد الأنصاري وخرج معه البراء بن عازب وزيد بن أرقم -رضي الله عنهم- فاستسقى، فقام بهم على رجليه على غير منبر، فاستغفر ثمَّ صلّى ركعتين يجهر بالقراءة، ولم يؤذّن ولم يُقم،
Abdullah bin Zaid al-Anshari, bersama al-Barra bin Azib, dan Zaid bin Arqam radhiallahu ‘anhum berangkat untuk melaksanakan istisqa. Abdullah bin Zaid berdiri di depan makmum tanpa mimbar. Beliau memohon ampun, kemudian shalat 2 rakaat, dan mengeraskan bacannnya. Tidak ada adzan dan iqamah.” (Bukhari 1022).
Kapan Pelaksanaan Khutbah?
Khutbah bisa dilakukan sebelum shalat atau sesudah shalat, memperhatikan keseriusan dan kondisi makmum.
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau menceritakan:
Para sahabat mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena kekeringan. Beliau meminta agar mimbar diletakkan di tanah lapang. Beliau menjanjikan para sahabat agar keluar menuju tanah lapang pada hari tertentu. kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat menuju lapangan ketika matahari sudah terbit agak tinggi. Beliau duduk di atas mimbar, mengagungkan Allah dan memuji Allah Ta’ala. kemudian beliau berkhutbah:
إِنّكم شكوتم جدْب دياركم واستئخار المطر عن إِبّان زمانه عنكم، وقد أمَركم الله عزّ وجلَّ أن تدْعوه، ووعدَكم أن يستجيب لكم
“Sesunggunnya kalian mengaduhkan kekeringan di tempat kalian dan hujan yang telat turun dari biasanya. Allah telah memerintahkan kalian untuk berdoa kepada-Nya dan menjanjikan untuk mengabulkan doa kalian.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai doanya:
الحمد لله ربّ العالمين الرحمن الرحيم. مالك يوم الدين. لا إله إلاَّ الله يفعل ما يريد، اللهمّ أنت الله لا إِله إلاَّ أنت الغني ونحن الفقراء، أنزِل علينا الغيث، واجعل ما أنزلتَ لنا قوّة وبلاغاً إِلى حين
“Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, Yang Maha Pengasih Penyayang, Raja di hari pembalasan. Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Dia melakukan apa yang Dia kehendaki. Ya Allah, Engkau adalah Allah yang tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Yang Maha Kaya, dan kami makhluk miskin. Turunkanlah hujan kepada kami, jadikan hujan yang Engkau turunkan sebagai kekuatan dan bekal yang bisa mengantarkan kami sampai waktu tertentu.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tanganya, beliau terus mengkat tangannya (agak tinggi) sampai kelihatan putihnya ketiak beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau membelakangi makmum dan beliau berdoa. Selesai berdoa beliau membalik kain atasan ( urban) beliau, sementara beliau masih mengangkat tangan. Lalu beliau menghadap ke makmum dan turun dari mimbar, kemudian shalat dua rakaat.
Tiba-tiba Allah mengirim awan-Nya, dipunuhi dengan guntur dan kilat, kemudian turun hujan dengan izin Allah. Ketika pulang, sebelum beliau sampai di Masjid Nabawi, air hujan telah mengalir deras. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat para sahabat berlarian menuju rumah mereka, beliau tertawa sampai terlihat gigi geraham beliau. Kemudian beliau bersabda:
أشهد أن الله على كل شيء قدير، وأنّي عبد الله ورسوله
“Saya bersaksi bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan bahwa saya adalah hamba dan utusan-Nya.” (HR. Abu Daud, at-Thahawi, al-Baihaqi dan dihasankan al-Albani dalam al-Irwa, 668).
Dari Abbad bin Tamim bahwa pamannya, Abdullah bin Zaid mengatakan:
أَنَ النَّبِيُّ (صلى الله عليه وسلم) ، خَرَجَ إِلَى الْمُصَلَّى يَسْتَسْقِي، وَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ، فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، وَقَلَبَ رِدَاءَهُ، وَجَعَلَ الْيَمِينَ عَلَى الشِّمَالِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju lapangan untuk shalat istisqa, beliau mennghadap kiblat, shalat dua rakaat, dan membalik kain atasan pakaian beliau, dibalik bagian kanan diletakkan di sebelah kiri. (HR. Bukhari).
Ibnu Batthal mengatakan
وقلب الرداء بعد الصلاة فهو الذى ذهب إليه مالك أن الصلاة قبل الخطبة، وهو نص هذا الحديث
Membalik selendang setelah shalat sesuai pendapat Imam Malik, bahwa shalat dilakukan sebelum khutbah. Ini merupakan teks tegas dari hadis. (Syarh Shahih Bukhari Ibn Bathal, 3:19).
Catatan:
Yang dianjurkan mengangkat tangan tinggi-tinggi waktu berdoa adalah imam dan bukan makmum. Dalam Tamamul Minnah dinyatakan:
… فأرى مشروعية المبالغة في الرفع للإِمام دون المؤتمّين
“Menurut saya, anjuran mengangkat tangan tinggi-tinggi hanya untuk imam dan bukan makmum.” (Tamamul Minnah, 265).
Tata Cara Shalat Istisqa
Tata cara shalat istisqa sama persis dengan shalat Id. 
Dilaksanakan dua rakaat. 
Pada rakaat pertama setelah takbiratul ihram bertakbir 7 kali dan rakaat kedua setelah takbir intiqal bertakbir 5 kali. 
Takbiratul ihram kemudian diikuti takbir tambahan 7 kali. kemudian membaca doa iftitah, al-fatihah, dan surat. 
Tidak ada surat tertentu yang dianjurkan untuk dibaca, sehingga bisa membaca surat apapun. Rukuk, i’tidal, sujud, dst sampai berdiri di rakaat kedua. Diikuti dengan takbir tambahan 5 kali. membaca al-fatihah, surat, kemduian dilanjutkan sampai salam. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 3:312)


Sumber rujukan
: Kajian BiAS. yang diasuh oleh Abdullah Roy, Lc MA, Ustadz Fauzan Lc , Firanda Andirja, Lc MA, Abdullah Zain, Lc MA Madinah, 
penulis sering ketemu ustadz Abdullah Roy, Lc MA, Ustadz Fauzan Lc di Madinah saat membimbing jamah haji KBIH Aisyiyah Gunungkidul. 
Penulis termasuk anggota kajian melalui WA dengan no kode : BiAS no2 G-65
Maktabah syamilah, al maushu’ah Al Kabir, HPT, fatwa tarjih, Tanya jawab agama, kitab HPT, Fatwa Tarjih, Tanya jawab Agama, Mantan KuaiNU.com, Salafy.Com, Rumaisyo.com, 
Al ma\anhaj.Or.Id, Konsultasi Syariah.com, BIAS. Com, Msulim. Or.Id

HANYA UNTUK KALANGAN SENDIRI

Senin, 27 Januari 2025

BEKAS SUJUD

By mbah Bus
Seri : 28



KARIYO : kang Wir, aku durung mudheng lan durung dhong.
Bapak² ustadzé déwé ki aku memastikan tekun anggoné sholat lail.
Ning kok ono sing bathuké menghitam, ning ono sing mulus ora ono ireng²é
Sing bener ding endi ?

PAWIRO : kang Kariyo, sing membekas yo bener, sing ora membekas yo bener. Bekas sujud kuwi dijelaské ono ing surat Al Fathh ayat29

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” 

KARIYO : Lha kok bekas sujud kuwi ono sing kétok membekas di dahi. Ning kok ustadz liyane alus mulus

PAWIRO : tak terangké, bekas sujud kuwi ono sing memaknai secara literal/tekstual. Dadi bekas sujud kuwi maujud

Ning yo ono sing memaknai secara kiyas/kontekstual, dadi bekas sujud mau, ora maujud ning sifat.

KARIYO : Lha njur sing bener sing endi. Sing membekas di dahi opo sing mulus ora ono bekasé, njur sifaté sing kepiyé

Pawiro : tak terangké nganggo boso indonésia, mengkéné

Orang yang lebih sering melakukan shalat lail , akan terlihat “bekas” sujudnya,.

Bekas sujud bagi orang yang tekun ibadah shalat lail, dijelaskan dalam Q S Al Fat-h: 29

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
Yang artinya, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” (QS al Fath:29).

Dalam memahami / menafsirkan ayat tersebut diatas terdapat 2 (dua) perbedaan :

1. Yang pertama ditafsirkan apa adanya/tekstual. 
Yaitu jika seseorang memperbanyak sujud terutama shalat malam, maka di wajahnya ada bekas sujud. 
Yaitu hitam terbakar pada dahinya.  
Dalam kenyataan :
a. Bekas sujud ini idealnya terdapat dua titik , diatas ujung mata diatas hidung. Karena sujud yang benar adalah dahi dan hidung.
b. Ada yang membekas hanya di dahi tengah. Kemungkinan ketika sujud hanya dahi saja tidak dengan hidung. Apalagi bekas itu berada di dahi dekat tumbuh rambut kepala, berarti ketika sujudnya hanya dahi saja.
Hadits dari Ibnu Abi Syaibah riwayat Abur Razaq bersabda:
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً لَا يُصِيبُ الْأَنْفُ مِنْهَا مَا يُصِيبُ الْجَبِينَ
“Allah tidak menerima shalat bagi orang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah, sebagaimana dia menempelkan dahinya ke tanah.”  
مسند أحمد ١٨٠٨٦: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْقُدُّوسِ بْنُ بَكْرِ بْنِ خُنَيْسٍ قَالَ أَنْبَأَنَا الْحَجَّاجُ عَنْ عَبْدِ الْجَبَّارِ بْنِ وَائِلٍ الْحَضْرَمِيِّ عَنْ أَبِيهِ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْجُدُ عَلَى أَنْفِهِ مَعَ جَبْهَتِهِ
Musnad Ahmad 18086: Telah menceritakan kepada kami Abdul Qudus bin Bakr bin Khunais ia berkata, Telah memberitakan kepada kami Al Hajjaj dari Abdul Jabbar bin Wa`il Al Hadlrami dari bapaknya Wa`il bin Hujr, ia berkata; Saya pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sujud dengan menyentuhkan hidungnya (ke tanah) beserta dahinya.

*Untuk pendapat pertama ini penulis sangat salut dan sangat hormat dengan tanda yang membekas pada wajahnya.*


2. Pendapat kedua, bahwa kata bekas sujud pada ayat tersebut ditafsirkan sebagai kias/kontekstual , 
*bukan benar-benar bekas sujud secara physik.*

Dikiaskan bahwa orang yang memperbanyak sujud, tergambar /trrbayang bekas sujud pada raut wajahnya yang cerah, lembut dan sifat-sifat yang baik. 

Dalam kitab Tafsir Al Maroghi, CV Thoha Putera, kitab 26, hal : 197 dan 198 ( dan baca pula tafsir Al Azhar, Prof DR HAMKA juzu’ XXVI hal 207-208 ) disebutkan :
Hadits dari Jabir riwayat Al A’masy , Nabi bersabda :
مَنْ كَثُرَتْ صَلا َتـُهُ بِاللَّيْلِ حَسُنَ وَجْهَهُ بِالنَّهَارِ
“Siapa yang memperbanyak shalat lail, maka dibaguskan wajahnya di siang hari”
Umar bin Khaththab berkata :
مَنْ اَصْلَحَ سَرِيْرَتُهُ اَصْلَحَ اللهُ تَعَالَى عَلاَنِيَّتَهُ
“siapa yang bagus hatinya , maka Allah membaguskan wajahnya”
Al Hikam mengatakan :
اِنَّ لِلْحَسَنَةِ نُوْرًا فِىالْقَلْبِ وَضِيَاءً فِى الوَجْهِ
“sungguh kebagusan itu (menjadikan) cahaya dalam hati dan wajah”

Sepanjang pengtahuan penulis tak ada hadits yang menerangkan dahi Nabi membekas hitam. Sedang beliau suntuknya sujud jelas melebih kita.
Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik.
Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan bekas sujud pada wajah ( bukan di dahi) adalah kekhusyuan.
Juga diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata, “Ciri mereka adalah shalat” (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).
عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟
Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut.
Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. 
Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698

عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ
Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).

عَنْ أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ 
 لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ.
Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700).

عَنْ حُمَيْدٍ هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ إِذْ جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ : قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا.
Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang. 
Melihat kedatangannya, as Saib berkata, “Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud. 
Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).

عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟ فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ.
يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ رِجَالٌ كَانَ هَذَا مِنْهُمْ هَدْيُهُمْ هَكَذَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لاَ يَرْجِعُونَ فِيهِ سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ لاَ يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ
Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’ apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah?
Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah orang keliru memahami . Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).
tidak satupun hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW yang "jago" sujud , tidak diterangkan pada dahinya ada bekas hitam

Oleh karena itu, ketika kita sujud hendaknya proporsional ( sesuai yang dituntunkan rasulullah SAW ) jangan terlalu berlebih-lebihan sehingga hampir seperti orang yang telungkup. Tindakan inilah yang sering menjadi sebab timbulnya bekas hitam di dahi.
Menurut Syaikh fauzan , perilaku sujud seperti ini sudah termasuk ghuluwwun ( berlebih lebihan dalam menyikapi/mengamalkan agama ). 
Sebagaimana hal hal yang termasuk ghuluw dalam sholat , tersebut di bawah ini. ( dari buku berjudul al Ghuluw Mazhahiruhu Asbabuhu ‘Ilajuhu karya Muhammad bin Nashir al ‘Uraini hal 51-53. ) :
ومد ظهره في السجود حتى يكون كالمنبطح علي الأرض
Memanjangkan punggung ketika sujud sehingga seperti orang telungkup
Ibnu Ustaimin mengatakan, “Seorang yang shalat hendaknya menjauhkan perutnya dari dua pahanya. Demikian juga meninggikan dua paha sehingga jauh dari betis. Lengkapnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam sujud :
1. Merenggangkan lengan dari lambung
2. Menjauhkan perut dari paha
3. Menjauhkan paha dari dua betis
Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kalian bersikap pertengahan ketika bersujud.” (HR Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik) artinya hendaknya posisi sujud itu pertengahan tidak terlalu pendek sehingga perut sampai bersentuhan dengan paha dan paha bisa bersentuhan dengan betis. Tidak pula terlalu panjang sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang. Kita temukan sebagian orang yang sujud dengan terlalu memanjang sampai-sampai seperti orang yang hampir telungkup. Tidak diragukan lagi bahwasanya hal ini termasuk bid’ah, karena hal tersebut bukanlah sunnah Nabi. Sepengetahuan kami, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat tidaklah melakukan demikian, yaitu memanjangkan punggung saat bersujud. Yang benar memanjangkan punggung itu dilakukan pada saat ruku’. Sedangkan pada saat sujud cukuplah perut itu ditinggikan sehingga tidak menempel paha, namun punggung tidak perlu dipanjangkan.” (Lihat Shifat as-Sholah karya Ibn Utsaimin hal 114-115 cetakan Darul Kutub al-Ilmiah)

🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌
Namun penulis memilih pada pendapat yang kedua, yaitu arti membekas adalah kias/kontekstual. 

Penulis khawatir bekas tersebut menimbulkan riya’.
Sebanyak banyaknya wanita, sebagian juga ada yang suntuk dalam shalat tahajudnya, atau mereka juga banyak sujud. Bahkan mungkin banyak juga yang banyak sujudnya melebihi laki laki.
 Namun penulis belum pernah melihat wajah wanita yang banyak sujud, dahinya membekas hitam

JANGAN TIDUR TENGKURAP

Dinuqil : mbah Bus

Dari Ya’isy bin Thokhfah Al Ghifariy, dari bapaknya, ia berkata,
فَبَيْنَمَا أَنَا مُضْطَجِعٌ فِى الْمَسْجِدِ مِنَ السَّحَرِ عَلَى بَطْنِى إِذَا رَجُلٌ يُحَرِّكُنِى بِرِجْلِهِ فَقَالَ « إِنَّ هَذِهِ ضِجْعَةٌ يُبْغِضُهَا اللَّهُ ». قَالَ فَنَظَرْتُ فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-‎
“Ketika itu aku sedang berbaring tengkurap di masjid karena begadang dan itu terjadi di waktu sahur. Lalu tiba-tiba ada seseorang menggerak-gerakkanku dengan kakinya. Ia pun berkata, “Sesungguhnya ini adalah cara berbaring yang dibenci oleh Allah.” Kemudian aku pandang orang tersebut, ternyata ia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Abu Daud no. 5040 dan Ibnu Majah no. 3723. Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Juga hadits lainnya,
عَنِ ابْنِ طِخْفَةَ الْغِفَارِىِّ عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ مَرَّ بِىَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- وَأَنَا مُضْطَجِعٌ عَلَى بَطْنِى فَرَكَضَنِى بِرِجْلِهِ وَقَالَ « يَا جُنَيْدِبُ إِنَّمَا هَذِهِ ضِجْعَةُ أَهْلِ النَّارِ ».‎
Dari Ibnu Tikhfah Al Ghifari, dari Abu Dzarr, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat di hadapanku dan ketika itu aku sedang tidur tengkurap. Beliau menggerak-gerakkanku dengan kaki beliau. Beliau pun bersabda, “Wahai Junaidib, tidur seperti itu seperti berbaringnya penduduk neraka.” (HR. Ibnu Majah no. 3724. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

TUNTUNAN SHALAT LAIL

Salah satu cara shalat lail :



Oleh : mbah Bus

Mengamalkan ibadah sunnah itu tanawwu'/ beragam , diantaranya cara melakukan shalat lail, dibawah ini
(tidak harus seperti ini) :
 
Menurut sunnah,
Shalat lail/tahajjud,
adalah 11 rakaat.
Dilakukan :

4, istirahat, 
4, istirahat , 
3

Atau, 

2-2, istirahat , 
2-2, istirahat, 
3

Caranya :

1. dimulai shalat iftitah 2 rakaat

2. Shalat empat rakaat satu salam tanpa tahiyat awal
( bisa dua rakaat salam dan dua rakaat salam ).

sesudah salam , istirahat , Boleh hanya diam tafakur. Sebaiknya untuk dzikir / doa semampunya, misal melamar pekerjaan, memilih jodoh, akan mengadakan resepsi hajatan, minta kesembuhan, dll

contoh doa,
KALAU BELUM HAFAL , DOA INI CUKUP DIBACA :

اَللَهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ
وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ
وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ
وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ حَقُّ وَقَوْلُكَ حَقٌّ
وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَالنَّبِيُّوْنَ حَقٌّ 
وَمُحَمَّدٌ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ 
اَللَهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ
 وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ 
فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ
 أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ
 لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ.
 آمِيْنَ 
 .متفق عليه

ALLOOHUMMA LAKAL HAMDU , 
ANTA QOYYIMUS SAMAAWAATI WAL ARDHI WA MAN FIIHINN. 
WA LAKAL HAMDU ANTA NUURUS SAMAAWAATI WAL ARDHI WA MAN FIIHINN. 
WA LAKAL HAMDU ANTA MULKUS SAMAAWAATI WAL ARDHI WA MAN FIIHINN
WA LAKAL HAMDU ANTAL HAQQU  
WA WA’DUKAL HAQ, WA LIQOOUKA HAQ, 
WA QOULUKA HAQ
WAL JANNATU HAQ, WAN NAARU HAQ, WAN NABIYYUUNA HAQ, WA MUHAMMAADUN HAQ, WAS SAA’ATU HAQ, 
ALLOOHUMMA LAKA ASLAMTU WA BIKA AMANTU WA ‘ALAIKA TAWAKKALTU, 
WA ILAAIKA ANABTU, WA BIKA KHOOSHOMTU, WA ILAIKA HAKAMTU
FAGHFIRLII MA QODAMTU WA MAA AKHKKHORTU WA MAA ASRORTU WAA MA A’LANTU
ANTAL MUQODDIMU WA ANTAL MUAKHKHIRU,
 LAAA ILAAHA ILLA ANTA . AAAAAAAMIIN
Disambung dengan doa, terutama doa untuk orangtua

3. Kemudian empat rakaat lagi satu salam tanpa tahiyat awal
(bisa dua rakaat salam dan dua rakaat salam)

sesudah salam , istirahat , agak lebih lama dari istirahat pertama. Boleh hanya diam tafakkur, sebaiknya untuk dzikir / dan mengulang doa misal melamar pekerjaan, memilih jodoh, akan mengadakan resepsi hajatan, minta kesembuhan,dll

contoh doa :

عن ابن عباس قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا قام من الليل يتهجد قال

اَللَهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ
وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ
وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ
وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ حَقُّ وَقَوْلُكَ حَقٌّ
وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَالنَّبِيُّوْنَ حَقٌّ 
وَمُحَمَّدٌ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ 
اَللَهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ
 وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ وَإِلَيْكَ حَكَمْتُ 
فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَمْتُ
 وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ 
وَمَا أَعْلَنْتُ
 أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ.
 آمِيْنَ .متفق عليه

ALLOOHUMMA LAKAL HAMDU , 
ANTA QOYYIMUS SAMAAWAATI WAL ARDHI WA MAN FIIHINN. 
WA LAKAL HAMDU ANTA NUURUS SAMAAWAATI WAL ARDHI WA MAN FIIHINN. 
WA LAKAL HAMDU ANTA MULKUS SAMAAWAATI WAL ARDHI WA MAN FIIHINN
WA LAKAL HAMDU ANTAL HAQQU  
WA WA’DUKAL HAQ, WA LIQOOUKA HAQ, 
WA QOULUKA HAQ
WAL JANNATU HAQ, WAN NAARU HAQ, WAN NABIYYUUNA HAQ, WA MUHAMMAADUN HAQ, WAS SAA’ATU HAQ, 
ALLOOHUMMA LAKA ASLAMTU WA BIKA AMANTU WA ‘ALAIKA TAWAKKALTU, 
WA ILAAIKA ANABTU, WA BIKA KHOOSHOMTU, WA ILAIKA HAKAMTU
FAGHFIRLII MA QODAMTU WA MAA AKHKKHORTU WA MAA ASRORTU WAA MA A’LANTU
ANTAL MUQODDIMU WA ANTAL MUAKHKHIRU, LAAA ILAAHA ILLA ANTA . AAAAAAAMIIN

3. kemudian tiga rakaat satu salam tanpa tahiyat awal
(bisa dua rakaat salam dan satu rakaat salam)
kemudian setelah salam membaca doa khusus sesudah witir :

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ،سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ،سُبْحَانَ الْمَلِكِالْقُدُّوْسِ . 
 رَبِّ الْمَلآئِكَةِ وَ الُرُّوْحِ
Boleh disambung dengan doa khusus sesudah witir yang lain , misal :
اَللَّهُمَّ إِنّى اَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ 
وَ بِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ
وَأَعُوْذُ بِك مِنْكَ لاَ أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ اَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

SUB KHAANAL MALIKIL QUDDUUS ( pelan )

SUB KHAANAL MALIKIL QUDDUUS ( pelan )

SUB KHAANAL MALIKIL QUDDUUS (mantap / keras )

ROBBIL MALAAAA IKATI WAR RUUKH
(HR. An Nasai dan Ahmad, shahih)

ALLOOHUMMA INNII A’UUDZU BI RIDLOOKA MIN SAKHOTIK
WA BI MU’AAFATIKA MIN ‘UQUUBATIK
WA A’UUDZU BIKA MINKA LAA UKHSYI TSANAA AN ‘ALAIKA
ANTA KAMAA ATSNAITA ‘ALAA NAFSIK

AMALAN BID’AH DI BULAN RAJAB


M. BUSYROWI ABDULMANNAN / MAJLIS TA'LIM AL JAMAL

I. Rajab DIantara Bulan Haram 

Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban.Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)

Seorang ulama yang kebetulan bernama Ibnu Rajab penulis kitab Latho-if Al Ma’arifmengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya.Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan.Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.
Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)

Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ 
”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi.Satu tahun itu ada dua belas bulan.Di antaranya ada empat bulan haram (suci).Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab (yang disebut juga bulan Mudhor) yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679) 
Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah 
1. Dzulqa’dah, artinya bulan tinggal diam. di bulan ini ummat Islam tidak bepergian jauh atau melakukan pekerjaan. Memilih tinggal di kediamannya menanti pelaksanaan ibadah haji 
2. Dzulhijjah, artinya bulan ibadah haji
3. Muharram, artinya bulan penghurmatan, maksudnya menghormati orang yang baru pulang haji
4. Rajab, artinya bulan saling menghormati / mengagungkan untuk tidak berselisih/debat/perang.

II. Hal hal Di Balik Bulan Haram
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna. 
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. 
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut.Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Maysir, tafsir surat At Taubah ayat 36)
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa puasa sunnat yang telah dituntunkan Rasulullah SAW pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 214)
Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arf, 207)

III. Amalan sunnah dan bid’ah di Bulan Rajab
1. Puasa Rajab
Ada sebuah riwayat,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَنْهَى عَن صِيَامِ رَجَبٍ كُلِّهِ ، لِاَنْ لاَ يَتَّخِذَ عِيْدًا.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpuasa pada seluruh hari di bulan Rajab agar tidak dijadikan sebagai ‘ied.”(HR. ’Abdur Rozaq, hanya sampai pada Ibnu ’Abbas (mauquf).
Dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah dan Ath Thobroniy dari Ibnu ’Abbas secara marfu’, yaitu sampai pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam)

Puasa sunnat di bulan Rajab hadits seluruhnya lemah (dho’if) bahkan palsu (maudhu’)
Bulan Rajab adalah di antara bulan haram, artinya menunjukkan bulan yang mulia. Beramal sholih dan meninggalkan maksiat diperintahkan ketika itu. Namun bagaimana jika kita menjadikan puasa khusus yang hanya spesial di bulan Rajab?
Apalagi ditambah dengan tidak adanya dalil pendukung atau dalilnya lemah (dho’if) bahkan palsu (maudhu’)?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan palsu (maudhu’). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran.
Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits yang maudhu’ (palsu) dan dusta.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Setiap hadits yang membicarakan puasa Rajab dan shalat pada sebagian malam (seperti shalat setelah Maghrib pada malam-malam pertama bulan Rajab, pen), itu berdasarkan hadits dusta.” (Al Manar Al Munif, hal. 49).
Penulis Fiqh Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata, “Adapun puasa Rajab, maka ia tidak memiliki keutamaan dari bulan haram yang lain. 
Tidak ada hadits shahih yang menyebutkan keutamaan puasa Rajab secara khusus.Jika pun ada, maka hadits tersebut tidak bisa dijadikan dalil pendukung.” (Fiqh Sunnah, 1: 401).
Sebagaimana dinukil oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah (1: 401), Ibnu Hajar Al Asqolani berkata, “Tidak ada dalil yang menunjukkan keutamaan puasa di bulan Rajab atau menjelaskan puasa tertentu di bulan tersebut.
Begitu pula tidak ada dalil yang menganjurkan shalat malam secara khusus pada bulan Rajab.Artinya, tidak ada dalil shahih yang bisa jadi pendukung.”
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Puasa pada hari ke-27 dari bulan Rajab dan qiyamul lail (shalat malam) pada malam tersebut serta menjadikannya sebagai suatu kekhususan pada hari itu, hal ini berarti bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 20: 440).

Jika ingin puasa di bulan Rajab karena ada kebiasaan seperti punya kebiasaan puasa daud, puasa senin kamis, puasa ayyamul bidh atau puasa tiga hari setiap bulannya pada tanggal 13,14 dan 15, ini berarti tidak mengkhususkan bulan Rajab dengan puasa tertentu dan tidaklah masalah meneruskan kebiasaan baik seperti ini.

Berikut beberapa riwayat yang menyebutkan reaksi mereka terhadap puasa rajab. Riwayat ini kami ambil dari buku Lathaiful Ma’arif, satu buku khusus karya Ibnu Rajab, yang membahas tentang wadzifah (amalan sunah) sepanjang masa,
روي عن عمر رضي الله عنه : أَنَّهُ كَانَ يَضْرِبَ أكَفَّ الرِّجَالِ فِي صَوْمِ رَجَبِ حَتَّى يَضَعُوْهَا فِي الطَّعَامَ وَ يَقُوْلُ : مَا رَجَبٌ ؟ إِنَّ رَجَبًا كَانَ يُعَظِمُهَ أَهْلُ الْجَاهِلِيِّةِ فَلَمَّا كَانَ الْإِسْلَامَ تَرَكَ
Diriwayatkan dari Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau memukul telapak tangan beberapa orang yang melakukan puasa rajab, sampai mereka meletakkan tangannya di makanan. Umar mengatakan, “Apa rajab? Sesungguhnnya rajab adalah bulan yang dulu diagungkan masyarakat jahiliyah. Setelah islam datang, ditinggalkan.”

Dalam riwayat yang lain,
كَرِهَ أَنْ يَكُوْنَ صِيَامُهُ سُنَّة
“Beliau benci ketika puasa rajab dijadikan sunah
(kebiasaan).” (Lathaif Al-Ma’arif, 215).
Dalam riwayat yang lain, tentang sahabat Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّهُ رَأَى أَهْلَهُ قَدِ اشْتَرُوا كِيْزَانًا لِلْمِاءِ وَاسْتَعِدُوا لِلصَّوْمِ فَقَالَ : مَا هَذَا ؟ فَقَالُوا: رَجَبٌ. فَقَالَ: أَتُرِيْدُوْنَ أَنْ تَشَبَّهُوْهُ بِرَمَضاَنِ ؟ وَكَسَرَ تِلْكَ الْكِيْزًانُ
Beliau melihat keluarganya telah membeli bejana untuk wadah air, yang mereka siapkan untuk puasa. Abu Bakrah bertanya: ‘Puasa apa ini?’ Mereka menjawab: ‘Puasa rajab’ Abu Bakrah menjawab, ‘Apakah kalian hendak menyamakan rajab dengan ramadhan?’ kemudian beliau memecah bejana-bejana itu. (Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni 3/107, Ibn Rajab dalam Lathaif hlm. 215, Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fatawa 25/291, dan Al-Hafidz ibn Hajar dalam Tabyi Al-Ujb hlm. 35)
2. Shalat Raghaib, haditsnya maudlu’ (palsu)
Di sebagian tempat di negeri kita, masih ada yang melakukan amalan yang satu ini yakni shalat Roghoib.Bagaimana tinjauan Islam mengenai shalat yang satu ini?
Perlu diketahui bahwa tidak ada satu shalat pun yang dikhususkan pada bulan Rajab, juga tidak ada anjuran untuk melaksanakan shalat Roghoib pada bulan tersebut.
Shalat Roghoib atau biasa juga disebut dengan shalat Rajab adalah 
a. shalat yang dilakukan di malam Jum’at pertama bulan Rajab antara shalat Maghrib dan Isya. 
b. Di siang harinya sebelum pelaksanaan shalat Roghoib (hari kamis pertama bulan Rajab) dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Jumlah raka’at shalat Roghoib adalah 12 raka’at. 
c. Di setiap raka’at dianjurkan membaca Al Fatihah sekali, suratAl Qadr 3 kali, surat Al Ikhlash 12 kali. Kemudian setelah pelaksanaan shalat tersebut dianjurkan untuk membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebanyak 70 kali.
d. Di antara keutamaan yang disebutkan pada hadits yang menjelaskan tata cara shalat Raghaib adalah dosanya walaupun sebanyak buih di lautan akan diampuni dan bisa memberi syafa’at untuk 700 kerabatnya. 
Namun hadits yang menerangkan tata cara shalat Roghoib dan keutamaannya adalah hadits maudhu’ (palsu). Ibnul Jauzi meriwayatkan hadits ini dalam Al Mawdhu’aat (kitab hadits-hadits palsu).
Shalat Roghoib ini pertama kali dilaksanakan di Baitul Maqdis, setelah 480 Hijriyah dan tidak ada seorang pun yang pernah melakukan shalat ini sebelumnya. (Al Bida’ Al Hawliyah, 242)
Ath Thurthusi mengatakan, ”Tidak ada satu riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan shalat ini. Shalat ini juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu ’anhum, para tabi’in, dan salafush sholeh –semoga rahmat Allah pada mereka-.”(Al Hawadits wal Bida’, hal. 122. Dinukil dari Al Bida’ Al Hawliyah, 242)
Kesimpulannya, shalat Roghoib adalah shalat yang tidak ada tuntunan.Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

3. Doa di bulan rajab, haditsnya maudlu” ( palsu)
Telah disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad (1/259)
حدثنا عبد الله ، حدثنا عبيد الله بن عمر ، عن زائدة بن أبي الرقاد ، عن زياد النميري ، عن أنس بن مالك قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل رجب قال :
الّلهُمَّ بَارِكْ لَناَ فِى رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ 
وكان يقول : ليلة الجمعة غراء ويومها أزهر .
Menceritakan kepada kami Abdullah, Ubaidullah bin Umar, dari Zaidah bin Abi ar-Raaqod, dari Ziyad an-Numairi, dari Anas bin Malik berkata ia, Adalah Nabi shallallohhu ‘alaihi wasallam apabila masuk bulan Rajab, beliau berdo’a ;“Ya Alloh berkahilah kami dibulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami kepada Bulan Ramadhan. 
Kemudian beliau berkata, “Pada malam jumatnya ada kemuliaan, dan siangnya ada keagungan.

Takhrij hadits tersebut ,
1. Imam Al-Bukhary : Haditsnya Mungkar
2. Diriwayatkan oleh Ibn Sunny dalam “Amal Yaumi wal Lailah” (659) dari jalur ibn Mani’ dikabarkan oleh Ubaidullah bin Umar Al-Qawaririy.
3. Dan Baihaqiy dalam Su’abul Iman (3/375) dari jalur Abi Abdullah al-Hafidz, dikabarkan dari Abu Bakr Muhammad bin Ma’mal, dari AlFadhil bin Muhammad Asy-Sya’raniy, dari Al-Qawaririy.
4. Dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (6/269) dari jalur Habib bin Al-Hasan, dan ‘Ali bin Harun ia berkata, menceritakan kepada kami Yusuf Al-Qadhi, dari Muhammad bin Abi Bakr, dari Zaidah bin Abi ar-Raaqod.
5. Dan AlBazar dalam Musnadnya (Mukhtasar Zawaidul Bazar li Hafidz 1/285) dari jalur Ahmad bin Malik al-Qusyairi dari Zaidah.
6. Hadits tentang doa tersebut memiliki banyak cacat,
7. Berkata Yahya bin Ma’in ; Haditsnya Dhaif
8. Berkata Abu Hatim ; Haditsnya ditulis, tapi tidak (bisa) dijadikan Hujjah
9. Berkata Abu ubaid Al-Ajry ; Aku bertanya kepada Abu Daud tentangnya, maka ia mendhaifkannya.Ibnu Hajr berkata : Ia Dhaif
10. Abu Daud berkata : Aku tidak mengenalnya
11. An-Nasa’i berkata : Aku tidak tahu siapa dia
12. Adz-Dzahaby berkata : Tidak bisa dijadikan hujjah 
13. An-Nawawy dalam Al-Adzkar (274) berkata, kami telah meriwayatkannya dan terdapat kedhaifan dalam sanadnya

Walhasil doa tersebut JANGAN diamalkan

IV. Hadits hadits Maudlu’ ( palsu) tentang Rajab
1. HADITS DARI RIWAYAT :
حديث : رجب شهر الله, وشعبان شهري, ورمضان شهر أمتى. فمن صام من رجب يومين. فله من الأجر ضعفان, ووزن كل ضعف مثل جبال الدنيا, ثم ذكر أجر من صام أربعة أيام, ومن صام ستة أيام, ثم سبعة أيام ثم ثمانية أيام, ثم هكذا: إلى خمسة عشر يوما منه
.Artinya : “Rajab adalah bulan Allah, Sya`ban bulan Saya (Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam), sedangkan Ramadhan bulan ummat Saya. Barang siapa berpuasa di bulan Rajab dua hari, baginya pahala dua kali lipat, timbangan setiap lipatan itu sama dengan gunung gunung yang ada di dunia, kemudian disebutkan pahala bagi orang yang berpuasa empat hari, enam hari, tujuah hari, delapan hari, dan seterusnya, sampai disebutkan ganjaran bagi orang berpuasa lima belas hari.

Hadits ini “Maudhu`” (Palsu).
Dalam sanad hadits ini ada yang bernama Abu Bakar bin Al Hasan An Naqqaasy, dia perawi yang dituduh pendusta, Al Kasaaiy- rawi yang tidak dikenal (Majhul). 
2. HADITS DARI RIWAYAT :

حديث : من صام ثلاثة أيام من رجب, كتب له صيام شهر, من صام سبعة أيام من رجب, أغلق الله عنه سبعة أبواب من النار, ومن صام ثمانية أيام من رجب, فتح الله له ثمانية أبواب من الجنة, ومن صام نصف رجب حاسبه الله حسابا يسيرا.
Artinya : “Barang siapa berpuasa tiga hari di bulan Rajab, sama nilainya dia berpuasa sebulan penuh, barang siapa berpuasa tujuh hari Allah Subhana wa Ta`ala akan menutupkan baginya tujuh pintu neraka, barang siapa berpuasa delapan hari di bulan Rajab Allah Ta`ala akan membukakan baginya delapan pintu sorga, siapapun yang berpuasa setengah dari bulan Rajab itu Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah sekali.”
Diterangkan di dalam kitab Allaalaiy setelah pengarangnya meriwayatkannya dari Abaan kemudian dari Anas secara Marfu` : Hadits ini tidak Shohih, sebab Abaan adalah perawi yang ditinggalkan, sedangkan `Amru bin Al Azhar pemalsu hadits, kemudian dia jelaskan : Dikeluarkan juga oleh Abu As Syaikh dari jalan Ibnu `Ulwaan dari Abaan, adapun Ibnu `Ulwaan pemalsu hadits.
3. HADITS DARI RIWAYAT :
حديث : إِنَّ شَهْرَ رَجَبِ شَهْرُ عَطِيْمٌ. مَنْ صَامَ مِنْهُ يَوْمًا كُتِبَ لَهُ صَوْمُ أَلْفِ سَنَةٍ – إلخ.
Artinya : “Sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan yang mulia. Barang siapa berpuasa satu hari di bulan tersebut berarti sama nilainya dia berpuasa seribu tahun-dan seterusnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Syaahin dari `Ali secara Marfu`. Dan dijelaskan dalam kitab Allaalaiy : Hadits ini tidak Shohih, sedangkan Haruun bin `Antarah selalu meriwayatkan hadits-hadits yang munkar.
4. HADITS DARI RIWAYAT :
حديث : مَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبٍ, عَدْلَ صِيَامِ شَهْرِ-إلخ
Artinya : “Barang siapa yang berpuasa di bulan Rajab satu hari sama nilainya dia berpuasa sebulan penuh dan seterusnya”.

Diriwayatkan oleh Al Khathiib dari jalan Abi Dzarr Marfu`. Di sanadnya ada perawi : Al Furaat bin As Saaib, dia ini perawi yang ditinggalkan.
Berkata Al Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya “Al Amaaliy” : sepakat diriwayatkan hadist ini dari jalan Al Furaat bin As Saaib- dia ini lemah- Rusydiin bin Sa`ad, dan Al Hakim bin Marwaan, kedua perawi ini lemah juga.
Sesungguhnya Al Baihaqiy juga meriwayatkan hadits ini di kitabnya : “Syu`abul Iman” dari hadits Anas, yang artinya : “Siapapun yang berpuasa satu hari di bulan Rajab sama nilainya dia berpuasa satu tahun.” Di menyebutkan hadits yang sangat panjang, akan tetapi di sanad hadits ini juga ada perawi ; `Abdul Ghafuur Abu As Shobaah Al Anshoriy, dia ini perawi yang ditinggalkan. Berkata Ibnu Hibbaan : “Dia ini termasuk orang orang yang memalsukan hadits”.
5. HADITS DARI RIWAYAT :
حديث : مَنْ أَحْيَا لَيْلَةَ مِنْ رَجَبٍ, وَصَامَ يَوْمًا. أَطْعَمَهُ اللهُ مِنْ ثَمَارِ الْجَنَّةِ – إلخ.
Artinya : “Barang siapa yang menghidupkan satu malam bulan Rajab dan berpuasa di siang harinya, Allah Ta`ala akan memberinya makanan dari buah buahan sorga- dan seterusnya.”
Diriwayatkan dalam kitab Allaalaiy dari jalan Al Husain bin `Ali Marfu`: Berkata pengarang kitab : Hadits ini Maudhu` (palsu).
6. HADITS DARI RIWAYAT :
حديث : فِى رَجَبِ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ, مَنْ صَامَ ذَلِكَ الْيَوْمَ, وَقَامَ تِلْكَ اللَّيْلَة. كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ كَمَنْ صَامَ مِائَةُ-إلخ.
Artinya : “Di bulan Rajab ada satu hari dan satu malam, siapapun yang berpuasa di hari itu, dan mendirikan malamnya. Maka sama nilainya dengan orang yang berpuasa seratus tahun dan seterusnya.

Didalam sanadnya : Para perawi pembohong/pemalsu hadits.
Demikian juga hadits : “Rajab bulan Allah yang Mulia, dimana Allah mengkhususkan bulan itu buat diri-Nya. Maka barang siapa yang berpuasa satu hari di bulan itu dengan penuh keimanan dan mengharapkan Ridho Allah, dia akan dimasukan ke dalam Jannah Allah Ta`ala- dan seterusnya.”

TUNTUNAN / ADAB WUDLU, MANDI BESAR DAN TAYAMMUM MENURUT SUNNAH


M. Busyrowi Abdulmannan

A. WUDLU MENURUT SUNNAH
Sebelum mulai wudlu, bersihkanlah badan, terutama anggota wudlu dari kotoran biasa dan kotoran najis. Setelah itu baru berwudlu , caranya :
a. JANGAN MEMUAI DENGAN : ( NAWAITUL WUDHU A LIL ROF’IL HADATSIL ASGHORI LILLAAHI TA’ALA ). BUKAN TUNTUNAN NABI/SAHABAT/TABI’IN 
b. Ikhlaskan niyatmu dalam hati berwudlu sambil membaca basmalah.
c. Basuh kedua telapak tangan kanan 3 kali, baru yang kiri 3 kali, gosoklah pada sela-sela jari.
d. Berkumurlah, tiga kali. Kumuran kedua diiringi menggosok gigi ( boleh gosok gigi dengan kedua ujung jari ) lalu berkumur lagi.
e. Dengan telapak tangan kanan ambilah air hiruplah ke hidung, sekedar masuk saja , bersihkan lobang hidung dengan jari tangan kiri. Lakukan tiga kali.
f. Basuhlah muka dengan kedua telapak tangan. Ratakan usapan itu hingga ujung jari menyentuh batas dahi dan rambut, lalu ratakan dengan telapak kanan ke kanan dan telapak kiri ke kiri menyentuh anak telinga. Lalu ibu jari mengusap dagu bawah. Cambang dan jenggot, jika jenggot lebat, gosok-gosoklah hingga air membasahi dagu.
g. Basuhlah tangan kanan dengan tangan kiri, mulai ujung jari ke atas hingga siku-siku, ulangi tiga kali. Baru membasuh tangan kiri dengan tangan kanan tiga kali ( jangan bergantian kanan kiri, kanan kiri, kanan kiri ).
h. Basuhlah kepala satu kali saja , mulailah ke atas dahi, ujung jari digosokkan kulit kepala, diurutkan kebelakang hingga ke tengkuk. Terus ujung jari telunjuk masuk ke telinga dalam. Dan ibu jari mengusap telinga luar hingga daun telinga basah seluruhnya. Tak ada hadits yang menerangkan 3 kali
i. Basuhlah kaki kanan hingga mata kaki, gosoklah sela-sela jari kaki dengan jari tangan kiri 3 kali. Baru kaki kiri ( jangan bergantian kanan kiri, kanan kiri, kanan kiri ).
 Lalu membaca bacaan dzikir sesudah wudhu , tidak perlu mengangkat tangan dan tak perlu mengusap muka  
ASY HADU AL LAA ILAA HA ILLALLOOH ,

 WAKH DAHUU LAA SYARII KA LAAH.

WA ASY HADU ANNA MUKHAMMADAN NGAB DUHU WA ROOSUU LUH

Tambahan di bawah ini , jangan diamalkan :
ALLOOHUMMAJ NGALNII MINAT TAWWAABIIN, WAJ NGALNII MINAL MUTATHOHHIRIIN,
WAJ NGALNII MIN NGIBAADIKASH SHOOLIKHIIN, ASTAGHFIRUUKA WA AATUUBU ILAIK.

B. TUNTUNAN MANDI JINABAT MENURUT SUNNAH
sebagaimana kalau wudlu, bersih bersih anggota wudlu dahulu, baru herwudhu

Demikian juga, sebaiknya sebelum mandi jinabah, 
mandi biasa dengan maksud agar semua kotoran dan najis hilang. 

Barulah diniyati mandi jinabat 

1. JANGAN MEMUAI ( NAWAITUL GHUSLAL JUNUBI LIL ROF’IL HADATSIL AKBARI LILLAAHI TA’ALA ). BUKAN TUNTUNAN NABI/SAHABAT/TABI’IN
2. Ikhlaskan hatimu untuk berniat mandi jinabat.
3. Bersihkan kemaluan dengan telapak tangan kiri,  
4. Lalu membersihkan kedua telapak tangan.
5. Berkumurlah tiga kali
6. Basuhlah wajah tiga kali
7. Basuhlah tangan kanan hingga pangkal ketiak tiga kali , kemudian tangan kiri tiga kali
8. Siramlah lah kepala tiga kali mulai sebelah kanan dengan wewangian ( bandingkan dengan ketika wudlu ) Khusus wanita berambut panjang, sebelum mandi rambut diikal (digelung / semua rambut tdk harus basah)
9. Basuhlah badan sebelah kanan tiga kali. Barulah badan sebelah kiri tiga kali
10. Kemudian basuhlah kaki kanan mulai pangkal paha tiga kali, kemudian kaki kiri tiga kali
11. Selesai mandi dalam mengeringkan badan dengan handuk, usahakan tidak menyentuh kemaluan. Dan tidak lagi kencing atau kentut.
 
Demikian itu, jika mau shalat tidak usah wudhu lagi.

 Dan cara ini juga berlaku untuk memandikan janazah


DALIL MANDI JINABAT

Hadts dari Aisyah riwayat Muslim :
السنن الكبرى للبيهقي وفي ذيله الجوهر النقي - (1 / 173)
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ : مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ الْحَافِظُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ وَإِسْمَاعِيلُ بْنُ قُتَيْبَةَ قَالاَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ :
 كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ ، فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ يَأْخُذُ الْمَاءَ فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِى أُصُولِ الشَّعْرِ حَتَّى إِذَا رَأَى أَنَّهُ قَدِ اسْتَبْرَأَ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ حَفَنَاتٍ ، ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ.
 رَوَاهُ مُسْلِمٌ فِى الصَّحِيحِ عَنْ يَحْيَى بْنِ يحْيَى وَقَوْلُهُ فِى آخِرِ هَذَا الْحَدِيثِ : ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ.
غَرِيبٌ صَحِيحٌ حَفِظَهُ أَبُو مُعَاوِيَةَ دُونَ غَيْرِهِ مِنْ أَصْحَابِ هِشَامٍ الثِّقَاتِ. {ق} وَذَلِكَ لِلتَّنْظِيفِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى.
Artinya : " bahwa Rasulullah saw jika mandi jinabat beliau memulai dengan membasuh kedua tangan beliau kemudian menuangkan air dengan tangan kanannya ke tangan kiri , kemudian membasuh kemaluan 1), setelah itu beliau berwudlu' seperti wudlu' untuk sholat 2) , kemudian mengambil air dan menggosok dengan jari - jarinya ke pangkal rambu seluruh kepala. setelah merasa sudah bersih kemudian beliau lalu menyiramkan ke atas kepala tiga kali3) , kemudian ke seluruh tubuhnya , kemudian membasuh kedua kakinya4)
Keterangan :
1) riwayat lain menyebutkan dengan tanah atau wewangian
2) riwayat lain menyebutkan cara wudlunya dimulai dengan membasuh dua telapak tangan 3X , berkumu 3X r, membasuh wajah 3X , membasuh kedua tangan hingga siku 3X , mengusap kepala 1 kali, membasuh dua kaki hingga mata kaki3X
3) riwayat lain menyebutkan menyiram kepala dicampur wewangian . cara menyiramnya mulai sebelah kanan , kemudian kepala sebelah kiri, terakhir kepala bagian tengah
4) riwayat lain menyebutkan, membasuh kaki mulai pangkal paha sd. Telapak kaki
Hadts dari Aisyah riwayatAhmad, Nasa I , Ibnu Majah, Turmudzi :
مسند الصحابة في الكتب التسعة - (10 / 158)
210 أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَامِرِ بْنِ زُرَارَةَ وَإِسْمَعِيلُ بْنُ مُوسَى السُّدِّيُّ قَالُوا شَرِيكٌ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
 كَانَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَتَوَضَّأُ بَعْدَ الْغُسْلِ مِنْ الْجَنَابَةِ
 وصحيح سنن ابن ماجة: 579
Artinya : " jika telah selesai mandi jinabah, rasulullah TIDAK berwudlu' lagi
Hadts dari Anas bin Malik riwayat Al Baihaqi
السنن الكبرى للبيهقي وفي ذيله الجوهر النقي - (1 / 194)
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ قِرَاءَةً عَلَيْهِ وَأَبُو طَاهِرٍ الْفَقِيهُ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ إِمْلاَءً قَالُوا أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ : أَحْمَدُ بْنُ إِسْحَاقَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ بْنِ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا مِسْعَرُ بْنُ كِدَامٍ عَنِ ابْنِ جَبْرٍ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ فِى حَدِيثِهِ قَالَ حَدَّثَنِى شَيْخٌ مِنَ الأَنْصَارِ يُقَالُ لَهُ ابْنُ جَبْرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ :
 كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ ، وَكَانَ يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ.
رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ فِى الصَّحِيحِ عَنْ أَبِى نُعَيْمٍ وَرَوَاهُ مُسْلِمٌ مِنْ حَدِيثِ وَكِيعٍ عَنْ مِسْعَرٍ.
Artinya : " adalah Nabi jika mandi cukup dengan satu sho' ( tiga liter kurang ) hingga lima mud, dan berwudlu' dengan air satu mud ( satu liter kurang sedikit )
Dengan demikian menggunakan air untuk mandi jinabat lebih banyak dari tiga liter bahkan berlebih lebihan dan berlama lama mandi sudah menyalahi sunnah 

Wallahu a'lam bishawab

ADAB BANGUN TIDUR



Dirangkum: mbah Bus(yrowi)

BIASAKAN BANGUN PADA 02.30- 03.00

ADA 4 AMALAN BANGUN TIDUR.
(terutama usia pensiun)

_BEGITU BANGUN TIDUR BUKA HP, MEMBACA DOA BANGUN TIDUR 👇🏿_

1. *MEMBACA DOA.(HR. Bukhari, 6325)*

 اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا وأَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْر

AL HAMDU LILLAAHIL LADZII,
AHYAANA BA'DA MAA AMAATANAA,
WA ILAIHIN NUSYUUR


“Segala puji bagi Allah, yang mem-bangunkan kami setelah ditidurkanNya dan kepadaNya kami dibangitkan.” 

2. *TAMBAH LAGI MEMBACA, (HR. Imam Bukhari dalam Fathul Baari 3/39,)*

 لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ،
 لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ،
 وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.
 سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ،
 وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ , 
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ( أَللّٰهُمّ اغْفِرْلِى ) 

LAA ILAAHA ILLALLOOH,
WAHDAHUU LAA SYARIIKA LAH,
LAHUL MULKU,
 WA LAHUL HAMDU,
WA HUWA 'ALAA KULLI SYAI IN QODIIR,
SUB HAANALLOOH,
WAL HAMDU LILLAAH,
WA LAA ILAAHA ILLALLOOH,
WALLOOHU AKBAR,
WA LAA HAULA,
WA LAA QUWWATA ILLA BILLAAHIL 'ALIYYIL 'ADHIIM,
ALLOOHUMMAGHFIR LII

Tiada Tuhan yang haq selain Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya.
BagiNya kerajaan dan pujian. 
Dia-lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. 
Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan yang haq selain Allah, 
Allah Maha Besar, tiada daya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung’. 
‘Wahai, Tuhanku! Ampunilah dosaku’. 

3. *TAMBAH LAGI, DOA BANGUN TIDUR,(HR. Tirmidzi no. 3401. Hasan menurut Syaikh Al Albani )*
 
 اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ عَافَانِيْ فِيْ جَسَدِيْ، 
وَرَدَّ عَلَيَّ رُوْحِيْ، 
وَأَذِنَ لِيْ بِذِكْرِهِ

ALHAMDU LILLAAHIL LADZI, 'AAFANI FII JASADII,
WA RODDA 'ALAYYA RUUHII,
WA ADZIN LII BI DZIKRIH

“Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesehatan pada jasadku 
dan mengembalikan ruhku kepadaku 
serta mengizinkanku untuk berdzikir kepadaNya.”

4. *MELAFALKAN, bagi yang sudah hafal*

*MEMBACA, Bagi yang tidak hafal, atau cukup memutar video Q S Ali Imron ayat 190 s.d. 200 (HR.Imam Al-Bukhari dalam Fathul Bari 8/237 dan Muslim 1/530.)*

أَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ 

إِنَّ فِى خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَءَايَاتٍ لِّأُولِى الْأَلْبَابِ ﴿١٩٠﴾

 الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَاذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿١٩١﴾ 
رَبَّنَآ إِنَّكَ مَن تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُۥ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ ﴿١٩٢﴾

 رَّبَّنَآ إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِى لِلْإِيمَانِ أَنْ ءَامِنُوا بِرَبِّكُمْ فَئَامَنَّا ۚ 
رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ ﴿١٩٣﴾ 

رَبَّنَا وَءَاتِنَا مَا وَعَدتَّنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ
 إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ ﴿١٩٤﴾

 فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّى لَآ أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنكُم مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى ۖ 
بَعْضُكُم مِّنۢ بَعْضٍ ۖ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِى سَبِيلِى وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
 ثَوَابًا مِّنْ عِندِ اللَّهِ ۗ 
وَاللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ الثَّوَابِ ﴿١٩٥﴾ 

لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِى الْبِلَادِ ﴿١٩٦﴾ 

مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۚ
 وَبِئْسَ الْمِهَادُ ﴿١٩٧﴾ 
لَكِنِ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
 خَالِدِينَ فِيهَا نُزُلًا مِّنْ عِندِ اللَّهِ ۗ 
وَمَا عِندَ اللَّهِ خَيْرٌ لِّلْأَبْرَارِ ﴿١٩٨﴾

 وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَن يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَمَآ أُنزِلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ
 لَا يَشْتَرُونَ بِئَايَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ۗ 
أُولَئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ ۗ
 إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ ﴿١٩٩﴾

 يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٢٠٠﴾

3. SHALAT LAIL/TAHAJJUD/WITIR, biasakan 11 rakaat, caranya :
4 rakaat, istirahat,  
4 rakaat,istirahat, 
3 rakaat.

boleh juga 
2,2, istirahat,
2,2, istirahat,
3 rakaat

4. SELESAI TAHAJJUD/LAIL/WITIR, 
Bagus sekali jika tadarrus al Qur an.
Atau,
berbaring miring dengan lambung kanan . 
menanti adzan shubuh, boleh sambil melafakan doa/dzikir/kalimah² thayyibah,

ADAB BANGUN TIDUR

  
OLEH:
MUHAMMAD BUSYROWI ABDULMANNAN

Bangun tidur merupakan sebuah kenikmatan yang sering dilupakan dan dipandang remeh oleh kebanyakan manusia. Mengamalkan berbagai adab bangun tidur merupakan cara terbaik untuk mensyukurinya. Berikkut adalah beberapa adab dan sunnah yang diajarkan Rasulullah saw bagi orang yang bangun tidur.
Usahakan bangun tidur selalu jam 03.00 pagi

1. Waktu Shubuh sepanjang tahun Januari sampai dengan Desember antara jam 3. 40 sampai dengan jam 04 05

2. gunakan media yang bisa menjadikan kita tidak bangun kesiangan, alarm HP distel berbunyi pada jam 02.45. 
begitu jaga (nglilir) segera untuk duduk. Karena kalau masih berbaring , biasanya tertidur lagi .

3. mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya guna menghilangkan bekas-bekas tidur (kantuk), sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw dan diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Abbas dalam Sahih Bukhari dan Muslim.

4. Rasulullah saw telah mengajarkan beberapa doa untuk dibaca saat bangun tidur, di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Membaca :
 (اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ).
“Segala puji bagi Allah, yang mem-bangunkan kami setelah ditidurkanNya dan kepadaNya kami dibangitkan.” 

b. Kemudian membaca :
 (لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ , رَبِّ اغْفِرْ لِيْ ).
Tiada Tuhan yang haq selain Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan dan pujian. Dia-lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan yang haq selain Allah, Allah Maha Besar, tiada daya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung’. ‘Wahai, Tuhanku! Ampunilah dosaku’. 
c. Kemudian membaca :
 ( اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ عَافَانِيْ فِيْ جَسَدِيْ، وَرَدَّ عَلَيَّ رُوْحِيْ، وَأَذِنَ لِيْ بِذِكْرِهِ ).
“Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesehatan pada jasadku dan mengembalikan ruhku kepadaku serta mengizinkanku untuk berdzikir kepadaNya.” 
d. Kemudian sambil duduk , ucapkan Q S Ali Imron ayat 190 s.d. 200 

Usahakan menghafalkan. 
Kalau sudah hafal melafalkannya dengan menengadah ke langit. 
Jika belum hafal, cukup membaca atau mendengar sambil menirukan rekaman dari HP

5. Setelah membaca QS Ali Imran, barulah beranjak dari tempat tidur, sebelum masuk kamar kecil gerakkan badan sebentar. Jangan langsung terus ke kamar kecil, hal ini untuk menyesuaikan suhu badan dengan suhu dalam kamar kecil. 
Apalagi kalau harus mandi jinabat terlebih dahulu. Karena sakit stroke 80 % usia pensiun kasusnya di kamar kecil. Diakibatkan usia tua sulit beradaptasi dengan suhu dingin. Akan lebih baik jika dengan air hangat. Kulah/bak air dengan ukuran besar kurang cocok dengan usia pensiun

6. Jangan diabaikan doa masuk kamar kecil, dan jangan disepelekan kaki kiri dulu. Nabi menuntunkan ini pasti ada manfaat dan hikmahnya. 

Dari hadits Anas riwayat al-Bukhari, beliau berkata:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ.
 “Ya Allah, se-sungguhnya aku berlindung kepadaMu dari godaan setan laki-laki dan perem-puan”. 
"Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila hendak masuk ke kamar kecil beliau membaca: Alloohumma Innii A'udzu Bika Minal Khubuutsi wal Khobaaits." 
a. Bersiwak (Gosok Gigi)
Sayidah ‘Aisyah rha menceritakan bahwa setiap kali bangun tidur, baik siang maupun malam, Rasulullah saw senantiasa bersiwak (gosok gigi), sebelum berwudhu. (Diriwayatkan oleh Ahmad)
b. Cuci Tangan
Saat tidur, kita tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh tangan kita, oleh karena itu, Rasulullah saw mengajarkan agar bangun tidur kita mencuci kedua tangan kita terlebih dahulu dan tidak memasukkan kedua tangan tersebut ke dalam bak mandi, serta tidak juga memegang makanan dengannya. Rasulullah saw bersabda :
“Jika salah seorang di antara kalian bangun tidur, hendaknya ia mencuci tangannya sebelum memasukkannya ke air yang akan ia gunakan untuk berwudhu. Sebab, salah seorang di antara kalian tidak mengetahui di mana tangannya tidur (tidak mengetahui apa yang diperbuat tangannya saat tidur).” (HR. Bukhari dan Muslim)

7. Jangan diabaikan doa keluar kamar kecil, dan jangan disepelekan kaki kanan dulu. Nabi menuntunkan ini pasti ada manfaat dan hikmahnya.
غُفْرَانَكَ 
“Aku minta ampun kepadaMu”. 
Sebaiknya jangan melafalkan doa dibawah ini

اَلْحَمْدُ الِلّهِ الَّذِيْ أَذْ هَبَ عَنِّى اْلأَذَاى وَعَافَانِيْ
(haditsnya dla’if) 
 
8. Kemudian berwudlu
Biasakan shalat ba’dal wudlu yang dinamai shalat Thuhur atau shalat syukrul wudlu’, caranya dua rakaat seperti shalar shubuh
مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa berwudhu seperti wudhuku ini lalu mendirikan shalat dua rakaat, yang pada shalatnya dia tidak berbicara pada dirinya sendiri (yakni mendirikannya dengan khusyuk) niscaya Allah SWT akan memberikan ampunan kepadanya atas dosa-dosanya yang lalu.” (Hadis riwayat Imam al-Bukhari)
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهُ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ مُقْبِلٌ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
Tidaklah seorang Muslim berwudhu dengan sebaik-baiknya kemudian mengerjakan shalat dua rakaat dengan menghadirkan hati dan menghadapkan wajahnya, melainkan telah wajib baginya syurga.”
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah; Bahawasanya Rasulullah SAW bertanya kepada Bilal pada waktu solat Subuh: 
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص لِبِلاَلٍ عِنْدَ صَلاَةِ اْلغَدَاةِ: يَا بِلاَلُ، حَدّثْنِى بِاَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ عِنْدَكَ فِى اْلاِسْلاَمِ مَنْفَعَةً. فَاِنّى سَمِعْتُ اللَّيْلَةَ خَشْفَ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِى اْلجَنَّةِ. قَالَ بِلاَلٌ: مَا عَمِلْتُ عَمَلاً فِى اْلاِسْلاَمِ اَرْجَى عِنْدِى مَنْفَعَةً مِنْ اَنّى لاَ اَتَطَهَّرُ طُهُوْرًا تَامًّا فِى سَعَةٍ مِنْ لَيْلٍ وَ لاَ نَهَارٍ اِلاَّ صَلَّيْتُ بِذلِكَ الطُّهُوْرِ مَا كَتَبَ اللهُ لِى اَنْ اُصَلّيَ. مسلم 
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda kepada Bilal ketika selesai shalat Shubuh, “Hai Bilal, ceritakanlah kepadaku amalan yang paling besar manfaatnya dan memberi harapan yang telah kamu kerjakan di dalam Islam. Karena tadi malam (aku bermimpi) mendengar suara sandalmu di hadapanku di surga”. Bilal menjawab, “Tidak ada suatu amal yang banyak memberikan manfaat dan harapan di dalam Islam selain daripada aku tidak wudlu dengan wudlu yang sempurna di waktu malam maupun siang melainkan aku mengerjakan shalat dengan wudlu itu dengan shalat yang Allah tetapkan untukku (yaitu 2 rekaat shalat sunnah thahur)”. [HR.Muslim juz 4, hal. 1910]
“Setan mengikat ubun-ubun salah seorang di antara kalian apabila dia tidur, dengan tiga ikatan. Setiap ikatan tertulis kalimat : malam masih panjang maka tidurlah! Apabila dia bangun lalu berdzikir kepada Allah, maka lepaslah satu ikatan. Apabila ia berwudhu, maka lepaslah satu ikatan lagi. Apabila di melaksanakan shalat, maka lepaslah semua ikatan itu. Sehingga dia menjadi seorang yang bersemangat dan memiliki jiwa yang baik. Jika tidak, maka ia menjadi pemalas dan buruk jiwanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

9. jika masjid terdekat menyuarakan adzan awal ,dengarkan dan dijawab. Kemudian berdoa
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: 
 اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa berdoa setelah mendengar adzan : 
‘Allahumma robba hadzihid da’watit taammati wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah’ 
[Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya], Maka dia akan mendapatkan syafa’atku kelak.” (HR.Bukhari no. 614 )
biasakan shalat ba’dal adzan/sesudah adzan sebelum iqamah yang disebut shalat bainal adzananin. caranya dua rakaat seperti shalat shubuh

10. Kemudian shalat Lail, caranya :
Shalat lail ini disebut juga shalat Tahajjud, disebut juga shalat Witir
- sebaiknya sendiri
- bisa juga berjamaah dengan istri, anak, anggota keluarga 
Selesai shalat lail, menanti masuk waktu shubuh, 
- bisa sambil membaca alquran 
- atau membaca kitab2 agama 
- atau kerja urusan rumah tangga 
- atau berbaring miring ke kanan, kepala disangga dengan tangan kanan.

11. jika masjid telah menyuarakan adzan, dengarlah dan jawablah kemudian berdoa

12. kemudian sholat sunnat qobliyah shubuh yang dikenal dengan nama sholat sunat fajar
- Rasulullah SAW tak pernah mewninggalkan sholat sunnat fajar
- rokaat pertama selalu membaca Q S Al Kafirun
- rokaat kedua selalu membaca Q S Al Ikhlas
- pahala sholat lebih baik daripada dunia dan seisinya

13. segeralah pergi ke masjid / musholla untuk mendapatkan shaf pertama
- berjalan dari rumah menuju masjid/musholla, sambil berdoa

اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَعَظِّمْ لِي نُورًا

Allohummaj ‘alfii qolbii nuuron, wa fii bashorii nuuron, wa fii sam’ii nuuron, wa ‘ayyamiinii nuuron, wa ayyasaarii nuuron, wa fawqii nuuron, wa tahtii nuuron, wa amaamii nuuron, wa kholfii nuuron, wa azhzhomlii nuuron.
“Ya Allah! Jadikanlah dalam hatiku cahaya , dalam pandanganku cahaya, dalam pendengaranku cahaya , dari arah kananku cahaya , dari arah kiriku cahaya , di atasku cahaya , di bawahku cahaya, di depanku cahaya , di belakangku cahaya dan limpahkanlah kepadaku cahaya (H.R.Bukhari- Muslim)

14. sebelum masuk masjid berdoa, kemudian masuk masjid dengan kaki kanan , hal ini jangan diabaikan

15. shalat berjamaah adalah wajib ( kifayah ) jamaah di masjid bagi yang mendengar adzan, dengan 27 pahala dan ditambah beberapa pahala, a. l. :
a. dari rumah menuju masjid , langkah kanan menambah pahala langkah kiri menghapus dosa
b. diampun dosanya dan dibukakan pintu rohmat, jika berdoa masuk masjid
c. jika mendapatkan shof awal sebagai kurban seekor unta
d. jika tepat di belakang imam, para malaekat turun diatas kepalanya sambil mendoakan agar diampuni dosanya dan disayangi Allah
e. mendapat pahala sholat tahiyatul masjid
f. diampun dosanya dan dibukakan pintu keutamaan , jika berdoa keluar masjid
g. dari masjid menuju rumah, langkah kanan menambah pahala langkah kiri menghapus dosa
h. sholat 'Isyak berjamah , pahalanya sebagai shalat lail separuh malam
i. Sholat Shubuh berjamaah, pahalanya sebagai shalat lail semalam suntuk
j. Jika diteruskan dengan shalat dhuha, pahalanya sama dengan benara abenar ibadah haji dan umrah , dengan pahala yang sempurna

16. Usahakan tidak membiasakan tidur sesudah shubuh

*MENGAPA SEBAIKNYA TIDAK TIDUR SESUDAH SHUBUH*

a. Tidak sesuai dengan petunjuk Al Qur'an dan As Sunnah.

b. Bukan termasuk akhlak dan kebiasaan para salafush sholih (generasi terbaik umat ini), bahkan merupakan perbuatan yang dibenci.

c. Tidak mendapatkan barokah di dalam waktu dan amalannya.

d. Menyebabkan malas dan tidak bersemangat di sisa harinya.Maksud dari hal ini dapat dilihat dari perkataan Ibnul Qayyim. Beliau rahimahullah berkata, "Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya." (Miftah Daris Sa'adah, 2/216). Amalan seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap amalannya di waktu tua. Jadi jika seseorang di awal pagi sudah malas-malasan dengan sering tidur, maka di sore harinya dia juga akan malas-malasan pula.

e. Menghambat datangnya rizki.
Ibnul Qayyim berkata, "Empat hal yang menghambat datangnya rizki adalah 
[1] tidur di waktu pagi,
 [2] sedikit sholat, 
[3] malas-malasan dan 
[4] berkhianat." 
(Zaadul Ma’ad, 4/378)

f. Menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat. (Zaadul Ma’ad, 4/222). Boleh jadi untuk masa sekarang, tidak hanya lemah syahwat tetapi rentan stroke
Kebanyakan kasus stroke adalah tidur sesudah ashar langsung masuk kamar mandi. 80 % kasus stroke terjadi di kamar mandi

g. Berhati-hatilah dari terpaan rasa kantuk bila kita tidak terbiasa bangun lebih pagi pada hari-hari yang lain. Berusahalah untuk tidak tidur dalam ruas waktu setelah subuh hingga terbit matahari. Para salafushalih (As-Salafushalih adalah ahli ilmu yang bermanfa’at) sangat tidak menyukai tidur pada waktu itu.

h. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam Madarijus Salikin menyebutkan, “Di antara tidur yang tidak disukai menurut mereka ialah tidur antara shalat subuh dan terbit matahari, karena ia merupakan waktu untuk memperoleh hasil. Bagi perjalanan ruhani, pada saat itu terdapat keistimewaan besar, sehingga seandainya mereka melakukan perjalanan (kegiatan) semalam suntuk pun, belum tentu dapat menandinginya.”

i. Jika kita sangat dibebani kantuk, bertahanlah dan bersabarlah, karena biasanya kebiasaan itu akan terbentuk setelah tigaatau empat hari kita melakukan suatu ritme yang berbeda. 
Selanjutnya, insya Allah kita tidak akan merasakan kantuk sedahsyat sebelumnya.

j. Duduk berdzikir setelah subuh hingga matahari terbit adalah sunnah. Dari Abu Umamah RA dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang shalat subuh berjama’ah kemudian duduk berdzikir kepada Allah sampai terbitnya matahari, kemudian berdiri dan shalat dua rakaat, maka ia akan memperoleh pahala haji dan umrah.”

k. Waktu ba’da subuh hingga matahari terbit adalah waktu yang penuh barakah yang seharusnya benar-benar dipelihara oleh setiap mukmin. Peliharalah waktu itu dengan mengisinya melalui tilawatul Qur’an satu juz dalam satu hari, berdzikir, atau menghafal. “Inilah yang dilakukan Rasulullah SAW selesai menunaikan shalat Subuh, bahwa ia selalu duduk di tempat shalatnya hingga terbit matahari.” (HR. Muslim)

l. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Anas bin Malik dari Rasulullah, bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa shalat fajar berjama’ah di masjid, kemudian tetap duduk berdzikir mengingat Allah, hingga terbit matahari lalu shalat dua rakaat (Dhuha), maka seakan-akan ia mendapat pahala haji dan umrah dengan sempurna, sempurna dan sempurna.” (Dinyatakan shahih oleh Al-Albani).

*Kesimpulannya,*

1. yang paling afdhol adalah menggunakan waktu pagi untuk aktivitas yang bermanfaat di dunia ataupun di akherat. 
2. Namun jika ada seorang yang memilih untuk tidur di setelah shalat subuh agar bisa bekerja dengan penuh vitalitas pada siangnya maka hukumnya adalah tidak mengapa, terutama jika tidak memungkinkan bagi orang tersebut untuk tidur siang dan hanya mungkin tidur di waktu pagi.