Senin, 27 Januari 2025

Aqiqah

AQIQAH
Oleh m. busyrowi abdulmannan

I. PENGERTIAN

A. Menurut bahasa, berasal dari kata : عَقَّ ـ يَعِقُّ ـ عَقِيْقَةً  
Yang artinya : Rambut bayi bawaan sejak lahir
B. Menurut Istilah, Upacara pemberian nama seorang bayi dengan disembelihkan kambing dan pertama dicukur rambutnya
مسند أحمد ١٩٣٢٧: حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا أَبَانُ الْعَطَّارُ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ
أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُمَاطُ عَنْهُ الْأَذَى وَيُسَمَّى
Musnad Ahmad 19327: Telah menceritakan pda kami 'Affan, telah menceritakan kepada kami Aban Al 'Atthaar, telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Al Hasan dari Samurah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasalam bersabda: "Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya di hari ke tujuh, dijauhkan dari gangguan ( dicukur rambutnya) dan diberi nama."

C. Bayi muslim, sebaiknya upacara pemberian namanya secara Islami yaitu diaqiqahi. 
Sangat kasihan masa depannya jika bayi Muslim tapi upacara peemberian namanya secara Hindu, yaitu upacara SELAPANAN. 
Jika dilakukan upacara SELAPANAN, berarti melanggar aturan Allah :
1. yaitu Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 42
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
2/42. dan janganlah kamu campur adukkan yang hak(tuntunan Islam) dengan yang bathil(tradisi,adat ) dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedang kamu mengetahui.
Kalau ayat ini digunakan menjelaskan kelahiran bayi, maksudnya: jangan kamu campur adukkan yang HAQ (Aqiqah) dengan yang BATHIL (selapanan), dan janganlah kamu sembunyikan ( tidak melakukan aqiqah justru melakukan selapanan), sedang kamu mengetahui (bahwa selapanan itu tradisi Hindu)
2. Bahkan bisa saja kita terjerumus dalam dlalim, sebagaimana Q S Yunus : 106
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ
10/106. dan janganlah kamu melakukan ritual/tradisi yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim".
D. Lebih fatal lagi selapanan diniyatkan wujud syukur kepada Allah SWT, selapanan diniyatkan shadaqah. Hal ini keliru besar, karena bagaimana tuntunan syukur dan bershadaqah, dengan apa kita bersyukur dan bershadaqah siapa yang berhak menerima shadaqah sudah diatur dalam Islam secara sempurna. Selapanan diniyatkan bershadaqah berarti membuat sunnah baru di luar sunnah yang telah sempurna dituntunkan Islam.

II. HUKUM AQIQAH
Berdasar berbagai pendapat tentang hukum aqiqah, diantaranya ialah: 
A. Pendapat lain mengatakan hukumnya wajib. Karena alasan dalil aqiqah dalam matan / textual hadits adalah fi’il amar atau kata kerja yang mengandung perintah. Dan dalam qaidah Ushul Fiqh menyebutkan Al Ashlu Fil Amri lil Wujub, artinya pada dasarnya semua perintah itu mengandung kewajiban.
B. Imam Abu Hanifah, antara wajib dan sunnah, derajatnya dibawah wajib diatas sunnah.
C. Imam Malik, Imam syafi’i , Jumhur (kebanyakan ) ulama berpendapat hukumnya sunnat

III. YANG MELAKSANAKAN AQIQAH
A. Menilik dari beberapa hadits , antara lain dari Ibnu Abbas riwayat Abu Dawud dan Nasai bahwa yang berkewajiban melaksanakan aqiqah ialah orang tua untuk anaknya yang baru lahir untuk upacara pemberian nama
B. Bukan anak yang telah dewasa mengaqiqahkan dirinya sendiri ( mungkin dulu karena suatu hal orangtuanya tidak mengaqiqahkan )
C. Dan juga bukan anak mengaqiqahkan orangtuanya. Apalagi orangtuanya sudah meninggal.

IV. WAKTU PELAKSANAAN AQIQAH
A. Menurut hukum dasar, aqiqah itu upacara pemberian nama bayi. Maka waktu pelaksanaan aqiqah ialah pada saat bayi umur tujuh hari

V. BAYI LAHIR
A. BAYI LAHIR MULAI DIGANGGU SETAN
حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ أَنَّ أَبَا يُونُسَ سُلَيْمًا مَوْلَى أَبِي هُرَيْرَةَ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ كُلُّ بَنِي آدَمَ يَمَسُّهُ الشَّيْطَانُ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ إِلَّا مَرْيَمَ وَابْنَهَا
Artinya : “Setiap anak Adam akan disentuh oleh syetan di saat ibunya melahirkannya, kecuali Maryam dan anaknya (Isa).” 
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda, "Jeritan bayi ketika lahir adalah karena mendapat tusukan syaitan." (HR. Muslim)
Dari hadits di atas dijelaskan bahwa semua manusia, entah orang tuanya muslim atau tidak, ketika bayi lahir maka akan didatangi syaitan dan diganggu pada saat dilahirkan. Datangnya syaitan pada saat itu adalah untuk menancapkan tusukan ujung jarinya pada kedua mata anak Adam.

Nah, jika diadakan SELAPANAN maka tusukan itu mendalam dan akan tertusuk terus. Ketika dewasa sulit menerima kebenaran 

Maka untuk menghindari/menghilangkan tusukan setan itu ialah dengan ‘AQIQAH

B. DOA BAYI LAHIR / DOA SEMASA BAYI.
Ibnu Abbas menceritakan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan doa perlindungan untuk kedua cucunya,
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
Aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari semua godaan setan dan binatang pengganggu, serta dari pemandangan yang menyeramkan. (HR. Abu Daud 3371, dan dishahihkan al-Albani).
Doa ini sebaiknya sering / selalu diucapkan oleh :
1. Ibu yang melahirkan
2. Semua keuarga
3. Saudara, tetangga yang mengunjunginya

C. ADZAN DAN IQAMAH DAGI BAYI LAHIR
Adapun bayi saat lahir diadzani telinga kananya dan diqiamat ditelinga kiri, haditsnya dlia’f menjurus ke maudlu’

1. Dari ‘Ubaidillah bin Abi Rofi’, dari ayahnya (Abu Rofi’), beliau berkata,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ
“Aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumandangkan adzan di telinga Al Hasan bin ‘Ali ketika Fathimah melahirkannya dengan adzan shalat.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)
- perowi yang jadi masalah adalah ‘Ashim bin Ubaidillah.
- Ibnu Hajar menilai ‘Ashim dho’if (lemah). 
- Begitu pula Adz Dzahabi mengatakan bahwa Ibnu Ma’in mengatakan ‘Ashim dho’if (lemah). 
- Al Bukhari dan selainnya mengatakan bahwa ‘Ashim adalah munkarul hadits (sering membawa hadits munkar/maudlu’).

2. Dari Al Husain bin ‘Ali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ الصَّلَاةَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرَّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ
“Setiap bayi yang baru lahir, lalu diadzankan di telinga kanan dan dikumandangkan iqomah di telinga kiri, maka ummu shibyan tidak akan membahayakannya.” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Ibnu Sunny dalam Al Yaum wal Lailah). Ummu shibyan adalah jin (perempuan) pengganggu bayi.
- Jubaaroh dinilai oleh Ibnu Hajar dan Adz Dzahabi dho’if (lemah).
- Yahya bin Al ‘Alaa’ dinilai oleh Ibnu Hajar orang yang dituduh dusta dan Adz Dzahabi menilainya matruk (hadits yang diriwayatkannya ditinggalkan).
- Marwan bin Salim dinilai oleh Ibnu Hajar matruk (harus ditinggalkan), dituduh lembek dan juga dituduh dusta.
- Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dho’ifah no. 321 menilai bahwa Yahya bin Al ‘Alaa’ dan Marwan bin Salim adalah dua orang yang sering memalsukan hadits.
Imam Bukhari, berkata bahwa hadits dla’if jangan diamalkan apalagi munkar / maudlu’ 

VI. TUNTUNAN AQIQAH
Pelaksanan Aqiqah menurut matan/teks hadits yang shahih HANYALAH pada hari ke tujuh 
Imam Malik dalam At-Tamhid menyatakan bahwa: “Tidak dilaksanakan aqiqah bagi mereka yang sudah dewasa dan tidak dilaksanakan aqiqah bagi bayi yang dilahirkan kecuali pada hari ke tujuh dan jika melebihi hari ketujuh maka tidak perlu dilaksanakan aqiqah.” (At-Tamhid 4/312)
Urutan pelaksanaan aqiqah sebabagai berikut : 
A. Penyembelihan
B. Pencukuran 
C. Pemberian nama


A. Penyembelihan Kambing

1. Jenis, syarat dan jumlah ternak aqiqoh :

a. Jenis hewan ternak untuk aqiqah ialah disebutkan dalam hadits ialah kambing / domba / biri-biri

b. Syarat hewan ternak yang dapat dijadikan aqiqah sama dengan syarat hewan qurban

c. Jumlah hewan aqiqah ialah :
Menurut Ibnu Abbas riwayat Abu Dawud, untuk bayi laki-laki satu ekor ( dengan demikian bayi perempuan cukup satu ekor)
Menurut Imam an Nasai, untuk bayi laki- laki dua ekor,perempuan 1 ekor

2. Cara penyembelihan

a. Syarat penyembelihan sama dengan syarat penyembelihan hewan ternak yang lain.

b. Ucapan ketika akan meyembelih, sebaiknya berdoa :
 بِسْمِ اللهِ ، اللهُ اَكْبَرُ ، اَللَّهُمَّ مِنْكَ وَ لَكَ ، هَذِهِ عَقِيْقَةُ مِنْ .... 
Artinya : “Dengan Nama Allah, Allah maha Besar, ya Allah sunnah ini dariMu dan untukMu, aqiqah ini dari ……( SEBUT NAMA ANAK YANG DIAQIQAHI)”.
Contoh penyebutan :
BISMILLAAHI , ALLOOHU AKBAR, ALLOOHUMMA MINKA WA LAKA, HAADZIHI NGAQIQOTU MIN AALI ……… ( SEBUT NAMA ANAK YANG DIAQIQAHI)”.

c. cara memasak berdasar hadits dari Ja’far bin Muhammad riwayat Abu Dawud, sebisa mungkin ruas-ruas tulang kambing biarlah pisah dengan sendirinya dalam ketika dimasak. Usahakan jangan mematahkan tulang.

d. Perbanyaklah kuah sehingga merata jangkauan pemberian

e. Tidak ada dalil yang melarang keluarga yang aqiqah TIDAK boleh memakan daqing aqiqahnya. Bahkan dituntunkan keluarga yang melaksanakan aqiqah memakan daging aqiqah, baik aqiqah itu nadzar atau tidak.

3. Cara pemberian masakan daging aqiqah
Setelah dimasak , diberikan :

a. Yang pertama diberi ialah sanak . keluarga yang dirasa paling tidak mampu, dan dipilihkan daging yang paling baik. Baru kemudian pemberian kepada tokoh masyarakat dan tetangga yang dianggap kaya

b. Janga terbalik, daging yang paling baik diberikan pada tokoh masyarakat dan tetangga yang kaya setiap saat mampu membeli daging. 

c. Kemudian baru memberi tetangga yang miskin, pemberiannya pun dengan sedikit dagingIni pun kalau teringat atau diingatkan oleh tetangga, untuk memberi fakir miskin untuk pesta keluarga / tetangga yang hadir

d. diberikan kepada sanak keluarga dan tetangga baik dengan cara diundang pesta atau diantar ke rumah masing-masing. Dan baik pula dilampiri lembaran tulisan doa :
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
Aku memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari semua godaan setan dan binatang pengganggu, serta dari pemandangan yang menyeramkan. (HR. Abu Daud 3371, dan dishahihkan al-Albani).

B. Pencukuran Rambut

1. Waktu mencukur, pada saat upacara pemberian nama

2. Cara dicukur menurut sunnah :
- semua ( gundul ) dimulai dari kepala sebelah kanan. Dicukur oleh Bapaknya , atau kakeknya atau siap saja boleh
- atau hanya dicukur sebagian / dipangkas sedikit / dipendekkan
- tidak boleh disisakan sedikit , kuncung atau kliwir.

3. rambut hasil pencukuran ditimbang / dikira-kira dengan bobot berapa gram perak / emas . kemudian uangnya dishadaqahkan kepada keluarga dan atau tetangga yang tidak mampu. Terutama anak yatim

C. Pemberian nama
Waktu pemberian Nama ialah pada saat pemberian daging aqiqah itu juga dan diumumkan nama bayi tsb. Kalau sekarang nama tersebut dicetak dan dimasukkan dalam dus pemberian daging aqiqah
Nama tersebut dicetak semacam kartu nama dan dimasukkan dalam tempat pemberian daging yang telah dimasak tsb.
a. Menurut sunnah nama harus baik dan bagus , karena nama itu mengandung doa pengharapan orang tua. 
b. Nama yang baik , misalkan dengan kata / kalimat bhs setempat. Atau bhs Arab seperti FARID MA/RUF, yang artinya PEMBAGI YANG TERKENAL. Atau campuran bahasa Arab dengan bahasa daerah. . Atau mengambil kata yang terdapat dalam Al Qur’an: Ulil Albab, Ulil Abshor, Ulin Nuha. Dengan asma ul Khusna : Abdul Aziz, Abdur Rahman , Dengan nama Nabi –nabi , seperti : Muhammad, Yahya, Ismail, , dll
c. besuk di hari qiyamah, akan dipanggil menurut nama mereka masing-masing
d. SESERING MUNGKIN DIANTARA DOANYA, DISELINGI DOA MOHON KEBAIKAN KETURUNAN YANG BAIK :
 رَبَّنَا هَبْلَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَ ذُرِّيَتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
YA ALLAH ANUGERAHILAH DARI ISTRI KAMI DAN KETURUNAN KAMI, ANAK CUCU YANG SHOLIH / SHOLIHAH
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
 "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri". AMIN

VII. AQIQAH PADA SETELAH HARI KETUJUH 
Dalil jika tidak bisa melakukan pada hari ke 7, maka dilakukan pada hari ke 14. Kalau pun tidak bisa juga pada hari ke 14 maka hari ke 21, sebagaimana hadits dari Aisyah Ishaq bin Rohawaih meriwayatkan:
Dari Ummu Kurz dan Abi Kurz:
نَذَرَتِ امْرَأَةٌ مِنْ آلِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ إِنْ وَلَدَتِ امْرَأَةُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ نَحَرْنَا جَزُورًا، فَقَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: «لَا بَلِ السُّنَّةُ أَفْضَلُ عَنِ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ، وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ تُقْطَعُ جُدُولًا وَلَا يُكْسَرَ لَهَا عَظْمٌ فَيَأْكُلُ وَيُطْعِمُ وَيَتَصَدَّقُ، وَلْيَكُنْ ذَاكَ يَوْمَ السَّابِعِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَفِي أَرْبَعَةَ عَشَرَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فَفِي إِحْدَى وَعِشْرِينَ 
 “Seorang wanita dari keluargaAbdurrohman bin Abu Bakar bernadzar, apabila istri Abdurrohman melahirkan seorang bayi maka aku akan menyembelih seekor unta, mendengar hal itu Aisyah berkata: “Jangan, mengerjakan kesunahan itu lebih utama, bagi anak lelaki 2 kambing yang besar, dan bagi anak perempuan satu kambing, yang dipotong sepenggal-penggal, dan tulangnya tidak dipecah, kemudian (dagingnya) dimakan dan disedekahkan. Dan itu semua hendaknya dikerjakan pada hari ke-7, jika tidak maka dikerjakan pada hari ke-14, dan jika tidak, maka dikerjakan pada hari ke-21”. 
Dari hadits ini timbul beberapa penafsiran :
a. Pendapat pertama, jika tidak bisa hari ke7 maka hari ke14. Jika tidak bisa juga hari ke14 maka hari ke21. Jika tidak bisa hari ke 21 maka tidak pelru melakukan aqiqah
b. Pendpat kedua, jika tidak bisa hari ke7 maka hari ke14. Jika tidak bisa juga hari ke14 maka hari ke21. Jika tidak bisa hari ke 21 maka dilakukan pada hari yang bisa dibagi 7 misal 28, 35 dst sampai waktu tak terbatas
c. Pendapat ketiga, Seandainya Aqiqah setelah dewasa disyariatkan maka tidak ada gunanya memberikan batasan hari ketujuh, atau maksimal 21 dalam ijtihad Aisyah. Seharusnya pula ada riwayat shahih yang lugas menunjukkan disyariatkannya Aqiqah setelah baligh. Masalahnya, tidak ada satupun Nash shahih yang menunjukkan disyariatkannya Aqiqah setelah baligh, sehingga bisa dikatakan tidak ada kesunnahan melakukan Aqiqah setelah baligh sebagaimana tidak ada anjuran mengaqiqahi diri sendiri. Artinya jika orangtua pada saat kelahiran bayi tidak mampu melakukan aqiqah pada hari ke tujuh, maka orangtua tidak perlu lagi mengaqiqahi . 
Karena semua hadits yang menyatakan dibolehkan aqiqah pada hari ke 7, 14, 21 semua kurang kuat. Semisall hadits riwayat Thobrony. hadis ini adalah dhoif karena ada rowi Ismail bin Muslim) Namun demikian Imam Malik dalam kitabnya , At-Tamhid menyatakan bahwa: “Tidak dilaksanakan aqiqah bagi mereka yang sudah dewasa dan tidak dilaksanakan aqiqah bagi bayi yang dilahirkan kecuali pada hari ke tujuh dan jika melebihi hari ketujuh maka tidak perlu dilaksanakan aqiqah.” (At-Tamhid 4/312)

PENULIS PUN JUGA SAMA DENGAN PENDAPAT KETIGA INI, KARENA :

1. PADA HAKEKATNYA AQIQAH ADALAH UPACARA PEMBERIAN NAMA BAYI.

2. HADITS SECARA JELAS MENYEBUT HARI KE TUJUH.

VIII. AQIQAH DIRI SENDIRI
Imam Malik rahimahullah berpendapat tidak perlunya mengakikahi diri sendiri. Imam Malik berkata, “Tidak perlu mengakikahi diri sendiri karena hadits yang membicarakan hal tersebut dho’if. 
Lihatlah saja para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang belum diakikahi di masa jahiliyah, apakah mereka mengakikahi diri mereka sendiri ketika telah masuk Islam? Jelaslah itu suatu kebatilan.” (Al Mudawanah Al Kubro karya Imam Malik dengan riwayat riwayat Sahnun dari Ibnu Qosim, 5: 243. Dinukil dari Fathul Qorib, 2: 252).
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum mengakikahi untuk diri sendiri. Hal ini dikarenakan kevalidan hadits yang membicarakan masalah ini,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَرَّرٍ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: عَقَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَ مَا بُعِثَ بِالنُّبُوَّةِ "
Dari ‘Abdullah bin Muharrar, dari Qataadah, dari Anas, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqahi dirinya setelah diutus sebagai nabi” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 7960, HR. Al Baihaqi 9: 300].
Riwayat ini tidak bisa dijadikan sebagai Hujjah/dalil/dasar hukum untuk diamalkan karena ada perawi yang bernama Abdullah bin Al-Muharror. 
- Al-Bazzar mengatakan; dia Dhaif Jiddan (sangat lemah). 
- Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (8: 250) berkata, “Hadits ini adalah hadits bathil. 
- Al Baihaqi mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits munkar. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dari ‘Abdur Rozaq, ia berkata, “Mereka meninggalkan ‘Abdullah bin Muharror disebabkan hadits ini.” 
- Al Hafizh mengatakan bahwa Abdullah bin Muharror itu matruk (ditinggalkan).
- Abu Daud mengomentari hadits ini dalam masailnya bahwa ia pernah mendengar Imam Ahmad menyebutkan hadits Haytsam bin Jamil, dari ‘Abdullah bin Mutsanna, dari Tsumamah, dari Anas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakikahi dirinya sendiri. Imam Ahmad berkata, dari ‘Abdullah bin Muharror, dari Qotadah, dari Anas, ia mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakikahi dirinya sendiri. Imam Ahmad mengatakan hadits ini munkar. 
- Imam Ahmad mendho’ifkan ‘Abdullah bin Muharror.”

IX. ANAK MENGAQIQAHI ORANG TUA
Tidak ada satu haditspun yang menjelaskan anjuran anak yang telah dewasa dan mampu/kaya kemudian mengaqiqahi orangtuanya. Baik orang tua itu masih hidup apalagi sudah wafat

X. SELAPANAN
Tradisi selapanan sering dikenal dalam adat jawa. Tradisi Selapanan adalah suatu bentuk upacara selamatan kelahiran yang diselenggarakan pada waktu bayi telah berusia 35 hari, dan diisi dengan upacara pencukuran rambut dan pemotongan kuku jari bayi. Tidak jarang tradisi selapan ini dibarengi dengan prosesi aqiqah. Padahal aqiqah sendiri adalah ajaran Islam,.namun pada kebanyakan masyarakat jawa yang mengadakan acara selapan dibarengi aqiqah dilakukan pada 35 hari setelah bayi lahir. dan pelaksanaan itu sendiri disesuaikan dengan hari weton yang berasal dari penanggalan Jawa yaitu: Pon, Wage, Kliwon, Legi dan Pahing dengan mengadakan kenduri. 
Banyak tradisi – tradisi yang berbau mitos yang dilakukan pada saat prosesi selapan itu sendiri dilaksanakan. Contohnya saja dari bahan – bahan makanan yang digunakan pada saat mengadakan bancakan selapanan. Bahan – bahan tersebut diantaranya : Tumpeng weton, Sayur 7 macamm semua boleh dipotong kecuali kangkung dan kacang panjang, Telor ayam direbus sebanyak 7, 11, atau 17 butir, Cabai, bawang merah, Bumbu gudangan TIDAK PEDAS, Kalo/saringan santan dari bamboo, Buah-buahan sebanyak 7 macam , harus dengan pisang raja, Kembang Setaman, Bubur 7 rupa. Semua bahan – bahan tersebut harus ada dan tidak boleh ada yang tertinggal satupun. 
Tidak hanya sampai disitu, tradisi yang sarat akan nuansa Hindu ini pun masih berlanjut. Yang pertama Tumpeng weton diletakkan di kamar bayi, setelah itu dimantrai baru boleh dimakan. 
Lalu ada banyak tradisi yang kurang logis biasanya dilakukan pada kebanyakan orang “kejawen” lakukan pada tradisi ini, yaitu, membancaki tempat ari – ari bayi dan memberikan tumpeng kecil di tempat ari – ari bayi dikuburkan. Rambut cukuran si bayi dan air tempat menyucinya disiramkan di atas kuburan ari – ari bayi dan yang terakhir memberikan bunga dibawah tempat tidur si bayi. Namun alhamdu lillah sesuai perkembangan jaman tradisi – tradisi semacam itu sudah mulai ditinggalkan. 
Meskipun berbau hal – hal tidak logis dan bersifat “ kejawen” namun tradisi selapan adalah tetap merupakan suatu tradisi yang harus dilakukan oleh masyarakat jawa tentunya. Namun banyak hal – hal yang harus diluruskan dalam tradisi ini apalagi bagi para muslim yang tidak pernah pernah mengenal ajaran menyembah atau memohon pertolongan dan keselamatan selain kepada Allah SWT. ada suatu ayat “Dan janganlah kamu memohon / berdo”a kepada selain Allah, yang tidak dapat memberikan manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu, jika kamu berbuat hal itu maka sesungguhnya kamu dengan demikian termasuk orang-orang yang dzolim (musyrik)” (QS. Yunus, 106). Jelas-jelas bahwa kita tidak sepantasnya meminta suatu hal selain kepadaNya saja. Takut dan berlindung hanya kepada Nya saja
Jadi dapat disimpulkan bahwa budaya meminta doa kepada orang lain, orang yang sudah meninggal, yang momong, dan sebagainya yang sering dilakukan didalam tradisi jawa seharusnya ditiadakan atau diganti dengan mendoakan mereka dan bukan meminta kepada mereka. Hal hal seperti selapanan contohnya akan bisa menjadi hal yang menyesatkan ajaran agama jika tidak diganti niatannya. 
Tradisi jawa memang harus selalu di lestarikan tapi seharusnya kita memahami dan mengarti tentang isi dari tradisi tersebut agar tidak terjerumus dalam kesesatan. Islam masuk di Jawa melalui wali songo, dan mereka mengajarkan dengan cara halus, akulturasi, saat hindu masih subur di tanah Jawa. 35 hari, 100 hari, itu merupakan angka-angka hindu termasuk sesaji merupakan ajaran hindu. Mungkin itu sebabnya masih ada budaya hindu di kejawen.
Budaya kejawen disini menurut saya bisa berbahaya dan mengarah kepada paganism jika tidak diluruskan niatan dan tujuannya. Memang secara filosofi budaya Jawa memang sangat kuat,. Banyak hal hal yang menarik di budaya Jawa. Perlu kita lestarikan tradisi-tradisi yang baik. Dan amat sangat berpengaruh akan lemahnya keimanan bayi kelak setelah dewasa. Dan ini kesalahan besar bagi orangtua yang mendambakan anaknya kelak menjadi anak shaleh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar