Seri : 28
KARIYO : kang Wir, aku durung mudheng lan durung dhong.
Bapak² ustadzé déwé ki aku memastikan tekun anggoné sholat lail.
Ning kok ono sing bathuké menghitam, ning ono sing mulus ora ono ireng²é
Sing bener ding endi ?
PAWIRO : kang Kariyo, sing membekas yo bener, sing ora membekas yo bener. Bekas sujud kuwi dijelaské ono ing surat Al Fathh ayat29
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud”
KARIYO : Lha kok bekas sujud kuwi ono sing kétok membekas di dahi. Ning kok ustadz liyane alus mulus
PAWIRO : tak terangké, bekas sujud kuwi ono sing memaknai secara literal/tekstual. Dadi bekas sujud kuwi maujud
Ning yo ono sing memaknai secara kiyas/kontekstual, dadi bekas sujud mau, ora maujud ning sifat.
KARIYO : Lha njur sing bener sing endi. Sing membekas di dahi opo sing mulus ora ono bekasé, njur sifaté sing kepiyé
Pawiro : tak terangké nganggo boso indonésia, mengkéné
Orang yang lebih sering melakukan shalat lail , akan terlihat “bekas” sujudnya,.
Bekas sujud bagi orang yang tekun ibadah shalat lail, dijelaskan dalam Q S Al Fat-h: 29
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
Yang artinya, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud” (QS al Fath:29).
Dalam memahami / menafsirkan ayat tersebut diatas terdapat 2 (dua) perbedaan :
1. Yang pertama ditafsirkan apa adanya/tekstual.
Yaitu jika seseorang memperbanyak sujud terutama shalat malam, maka di wajahnya ada bekas sujud.
Yaitu hitam terbakar pada dahinya.
Dalam kenyataan :
a. Bekas sujud ini idealnya terdapat dua titik , diatas ujung mata diatas hidung. Karena sujud yang benar adalah dahi dan hidung.
b. Ada yang membekas hanya di dahi tengah. Kemungkinan ketika sujud hanya dahi saja tidak dengan hidung. Apalagi bekas itu berada di dahi dekat tumbuh rambut kepala, berarti ketika sujudnya hanya dahi saja.
Hadits dari Ibnu Abi Syaibah riwayat Abur Razaq bersabda:
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً لَا يُصِيبُ الْأَنْفُ مِنْهَا مَا يُصِيبُ الْجَبِينَ
“Allah tidak menerima shalat bagi orang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah, sebagaimana dia menempelkan dahinya ke tanah.”
مسند أحمد ١٨٠٨٦: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْقُدُّوسِ بْنُ بَكْرِ بْنِ خُنَيْسٍ قَالَ أَنْبَأَنَا الْحَجَّاجُ عَنْ عَبْدِ الْجَبَّارِ بْنِ وَائِلٍ الْحَضْرَمِيِّ عَنْ أَبِيهِ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْجُدُ عَلَى أَنْفِهِ مَعَ جَبْهَتِهِ
Musnad Ahmad 18086: Telah menceritakan kepada kami Abdul Qudus bin Bakr bin Khunais ia berkata, Telah memberitakan kepada kami Al Hajjaj dari Abdul Jabbar bin Wa`il Al Hadlrami dari bapaknya Wa`il bin Hujr, ia berkata; Saya pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sujud dengan menyentuhkan hidungnya (ke tanah) beserta dahinya.
*Untuk pendapat pertama ini penulis sangat salut dan sangat hormat dengan tanda yang membekas pada wajahnya.*
2. Pendapat kedua, bahwa kata bekas sujud pada ayat tersebut ditafsirkan sebagai kias/kontekstual ,
*bukan benar-benar bekas sujud secara physik.*
Dikiaskan bahwa orang yang memperbanyak sujud, tergambar /trrbayang bekas sujud pada raut wajahnya yang cerah, lembut dan sifat-sifat yang baik.
Dalam kitab Tafsir Al Maroghi, CV Thoha Putera, kitab 26, hal : 197 dan 198 ( dan baca pula tafsir Al Azhar, Prof DR HAMKA juzu’ XXVI hal 207-208 ) disebutkan :
Hadits dari Jabir riwayat Al A’masy , Nabi bersabda :
مَنْ كَثُرَتْ صَلا َتـُهُ بِاللَّيْلِ حَسُنَ وَجْهَهُ بِالنَّهَارِ
“Siapa yang memperbanyak shalat lail, maka dibaguskan wajahnya di siang hari”
Umar bin Khaththab berkata :
مَنْ اَصْلَحَ سَرِيْرَتُهُ اَصْلَحَ اللهُ تَعَالَى عَلاَنِيَّتَهُ
“siapa yang bagus hatinya , maka Allah membaguskan wajahnya”
Al Hikam mengatakan :
اِنَّ لِلْحَسَنَةِ نُوْرًا فِىالْقَلْبِ وَضِيَاءً فِى الوَجْهِ
“sungguh kebagusan itu (menjadikan) cahaya dalam hati dan wajah”
Sepanjang pengtahuan penulis tak ada hadits yang menerangkan dahi Nabi membekas hitam. Sedang beliau suntuknya sujud jelas melebih kita.
Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksudkan dengan ‘tanda mereka…” adalah perilaku yang baik.
Diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang kuat dari Mujahid bahwa yang dimaksudkan bekas sujud pada wajah ( bukan di dahi) adalah kekhusyuan.
Juga diriwayatkan oleh Thabari dengan sanad yang hasan dari Qatadah, beliau berkata, “Ciri mereka adalah shalat” (Tafsir Mukhtashar Shahih hal 546).
عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ : مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ : أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ. وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ؟ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ؟
Dari Salim Abu Nadhr, ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah anda?”. “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut.
Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya.
Beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bershahabat dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar dan Utsman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3698
عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ رَأَى أَثَرًا فَقَالَ : يَا عَبْدَ اللَّهِ إِنَّ صُورَةَ الرَّجُلِ وَجْهُهُ ، فَلاَ تَشِنْ صُورَتَكَ
Dari Ibnu Umar, beliau melihat ada seorang yang pada dahinya terdapat bekas sujud. Ibnu Umar berkata, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya penampilan seseorang itu terletak pada wajahnya. Janganlah kau jelekkan penampilanmu!” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3699).
عَنْ أَبِى عَوْنٍ قَالَ : رَأَى أَبُو الدَّرْدَاءِ امْرَأَةً بِوَجْهِهَا أَثَرٌ مِثْلُ ثَفِنَةِ الْعَنْزِ ، فَقَالَ
لَوْ لَمْ يَكُنْ هَذَا بِوَجْهِكِ كَانَ خَيْرًا لَكِ.
Dari Abi Aun, Abu Darda’ melihat seorang perempuan yang pada wajahnya terdapat ‘kapal’ semisal ‘kapal’ yang ada pada seekor kambing. Beliau lantas berkata, ‘Seandainya bekas itu tidak ada pada dirimu tentu lebih baik” (Riwayat Bahaqi dalam Sunan Kubro no 3700).
عَنْ حُمَيْدٍ هُوَ ابْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ إِذْ جَاءَهُ الزُّبَيْرُ بْنُ سُهَيْلِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَالَ : قَدْ أَفْسَدَ وَجْهَهُ ، وَاللَّهِ مَا هِىَ سِيمَاءُ ، وَاللَّهِ لَقَدْ صَلَّيْتُ عَلَى وَجْهِى مُذْ كَذَا وَكَذَا ، مَا أَثَّرَ السُّجُودُ فِى وَجْهِى شَيْئًا.
Dari Humaid bin Abdirrahman, aku berada di dekat as Saib bin Yazid ketika seorang yang bernama az Zubair bin Suhail bin Abdirrahman bin Auf datang.
Melihat kedatangannya, as Saib berkata, “Sungguh dia telah merusak wajahnya. Demi Allah bekas di dahi itu bukanlah bekas sujud.
Demi Allah aku telah shalat dengan menggunakan wajahku ini selama sekian waktu lamanya namun sujud tidaklah memberi bekas sedikitpun pada wajahku” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3701).
عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ؟ فَقَالَ : لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ.
يَخْرُجُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ رِجَالٌ كَانَ هَذَا مِنْهُمْ هَدْيُهُمْ هَكَذَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ثُمَّ لاَ يَرْجِعُونَ فِيهِ سِيمَاهُمُ التَّحْلِيقُ لاَ يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ
Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’ apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah?
Jawaban beliau, “Bukan, bahkan ada orang yang ‘kapal’ yang ada di antara kedua matanya itu bagaikan ‘kapal’ yang ada pada lutut onta namun dia adalah orang keliru memahami . Tanda yang dimaksudkan adalah kekhusyu’an” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubro no 3702).
tidak satupun hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW yang "jago" sujud , tidak diterangkan pada dahinya ada bekas hitam
Oleh karena itu, ketika kita sujud hendaknya proporsional ( sesuai yang dituntunkan rasulullah SAW ) jangan terlalu berlebih-lebihan sehingga hampir seperti orang yang telungkup. Tindakan inilah yang sering menjadi sebab timbulnya bekas hitam di dahi.
Menurut Syaikh fauzan , perilaku sujud seperti ini sudah termasuk ghuluwwun ( berlebih lebihan dalam menyikapi/mengamalkan agama ).
Sebagaimana hal hal yang termasuk ghuluw dalam sholat , tersebut di bawah ini. ( dari buku berjudul al Ghuluw Mazhahiruhu Asbabuhu ‘Ilajuhu karya Muhammad bin Nashir al ‘Uraini hal 51-53. ) :
ومد ظهره في السجود حتى يكون كالمنبطح علي الأرض
Memanjangkan punggung ketika sujud sehingga seperti orang telungkup
Ibnu Ustaimin mengatakan, “Seorang yang shalat hendaknya menjauhkan perutnya dari dua pahanya. Demikian juga meninggikan dua paha sehingga jauh dari betis. Lengkapnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam sujud :
1. Merenggangkan lengan dari lambung
2. Menjauhkan perut dari paha
3. Menjauhkan paha dari dua betis
Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kalian bersikap pertengahan ketika bersujud.” (HR Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik) artinya hendaknya posisi sujud itu pertengahan tidak terlalu pendek sehingga perut sampai bersentuhan dengan paha dan paha bisa bersentuhan dengan betis. Tidak pula terlalu panjang sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang. Kita temukan sebagian orang yang sujud dengan terlalu memanjang sampai-sampai seperti orang yang hampir telungkup. Tidak diragukan lagi bahwasanya hal ini termasuk bid’ah, karena hal tersebut bukanlah sunnah Nabi. Sepengetahuan kami, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat tidaklah melakukan demikian, yaitu memanjangkan punggung saat bersujud. Yang benar memanjangkan punggung itu dilakukan pada saat ruku’. Sedangkan pada saat sujud cukuplah perut itu ditinggikan sehingga tidak menempel paha, namun punggung tidak perlu dipanjangkan.” (Lihat Shifat as-Sholah karya Ibn Utsaimin hal 114-115 cetakan Darul Kutub al-Ilmiah)
🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌
Namun penulis memilih pada pendapat yang kedua, yaitu arti membekas adalah kias/kontekstual.
Penulis khawatir bekas tersebut menimbulkan riya’.
Sebanyak banyaknya wanita, sebagian juga ada yang suntuk dalam shalat tahajudnya, atau mereka juga banyak sujud. Bahkan mungkin banyak juga yang banyak sujudnya melebihi laki laki.
Namun penulis belum pernah melihat wajah wanita yang banyak sujud, dahinya membekas hitam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar