Senin, 27 Januari 2025

serial cerita dari pak Busrowi

Critané mBah Bus

Seri : 4
Mas'ul :
Kang Sail, bengi iki giliran ronda , ojo lali
Sa'il : siap, mengko mangkat jam jam sepuluh waé. Aku bar sholat rowatib isyak mau wis sisan sholat witir. Dadi mengko lingsir wengi ra sah witir

Mas'ul : lèhmu sholat witir, mau pirang rokangat, 
Sa'il : biasané telu, iki mau mung sak rokangat

Mas'ul : bar sholat rowatib ba'diyah isyak njur disambung sholat witir, KUWI ORA ONO HADITSE
Njur mung telu utowo malah mung siji.
Kuwi amalan keliru.
Aku ora ngomong salah, ning keliru
Sebab nèk salah, berarti wis ngerti hukumé ning diamalké.
Nèk klèru, nglakoni sebab urung ngerti

Sa'il : lha aku yo mung ngrungokké ngendikané ustadz neng pengajian.
Lha kok njur kang Mas'ul iso ngendiko aku klèru dua kali ki nalaré piyé penjelasané

Mas'ul : jawaban singkaté ngéné, KEKELIRUAN PERTAMA ,ngendikané ustadz nèng pengajian kaé, *sholatlah witir sebelum tidur, dudu sholatlah witir sesudah sholat isyak*.
mulo aku rak kondo *nek sholatlah witir sesudah shalat isyak*, ora ono haditsé.
Dadi amalan sing bener , setelah segala aktivitas malam, koyo to ndelok Andin, sepak bola , dunia terbalik, njagong, ronda njur niyat arep mapan turu, njur lagi shalat witir ndisik

KESALAHAN KEDUA, jeneng *witir kuwi mung istilah utuwo jeneng liyo kanggo sholat lail kang ugo diarani sholat tahajjud.* Ora kok sholat witir ono dhéwé, sholat lail ono dhéwé, sholat tahajjud ono dhéwé,
Dadi maksudé, kang Sa'il nèk pas kesel, rodo mriyang, bar ronda, bar njagong, bar lembur njur arep witir sak durungé turu, carané sholat witir yo diawali sholat iftitah,  
njur sholat patang rokangat salam, 
njur patang rokangat salam,
njur telung rokangat salam. 
Dongané yo subhanal malikil quddus.. sak terusé

Mas'ul : berarti sing tak fahami selama ini klèru. 
Matur nuwun, ning mengko aku gawakno tulisan dalil dalil , mèn dadi mantep. Sing penting menèh sing seko Tarjih
Sa'il : siap, tak gawané neng gardu ronda.
Ning kudu diwoco tuntas, makalahé dowo alias panjang

🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌
Menurut tarjih
Secara tekstual hadits, shalat sunnat dengan nama shalat witir TIDAK ADA

Kata witir , sebatas NAMA LAIN dari shalat lail

Shalat lail, disebut juga shalat WITIR, karena rakaatnya gasal

Shalat lail disebut juga shalat TAHAJJUD, karena dilakukan bangun malam 

Shalat lail, disebut juga QIYAAMUR ROMADHON karena dilakukan di hulan ramadhan dengan gerak dan bacaan sangat tumakninah dan bacaan ayat yang panjang

Shalat lail disebut juga , shalat TARAWWIH, karena dilskukan di bulan ramadhan, mengambil waktu ROWWAH (= sore hari sesudah isyak, saatnya orang beristirahat / tarowwaha)

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : أَوْصَانِي خَلِيلِي – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَرَكْعَتَي الضُّحَى ، *وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَرْقُدَ* . 
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

وَ *الإيتَارُ قَبْلَ النَّوْمِ*،
 إنَّمَا يُسْتَحَبُّ لِمَنْ لاَ يَثِقُ بِالاسْتِيقَاظِ آخِرَ اللَّيْلِ فَإنْ وَثِقَ ، فَآخِرُ اللَّيْلِ أفْضَلُ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kekasihku—Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam—mewasiatkan kepadaku untuk puasa tiga hari setiap bulan, mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat, *dan melakukan shalat witir(lail( sebelum tidur.”* 
(Muttafaqun ‘alaih)
 [HR. Bukhari, no. 1178 
dan Muslim, no. 721

Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ خَافَ مِنْكُمْ أَنْ لَا يَسْتَيْقِظَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ ، *فَلْيُوتِرْ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ ثُمَّ لِيَرْقُدْ*  
وَمَنْ طَمِعَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَيْقِظَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَإِنَّ قِرَاءَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَحْضُورَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ

“Siapa di antara kalian yang khawatir tidak bangun di akhir malam , *hendaknya ia witir (lail/tahajjud) di awal malam, lalu ia tidur.* 
Dan siapa di antara kalian yang yakin benar bisa bangun di akhir malam maka hendaknya ia berwitir (lail) di akhir malam. Sebab, bacaan di akhir malam dihadiri Malaikat dan lebih utama.” (HR. Muslim, Al-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Abu huroiroh, abu darda', abu bakar, memilih shalat lail/witir menjelang tidur

 عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رضي الله عنه قَالَ :أَوْصَانِي حَبِيبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ لَنْ أَدَعَهُنَّ مَا عِشْتُ : بِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلَاةِ الضُّحَى ، *وَبِأَنْ لَا أَنَامَ حَتَّى أُوتِرَ*

Diriwayatkan dari Abu Hurairah yang bercerita, “Orang terbaik bagiku, yaitu Nabi saw, mewasiatkanku tiga yang tak boleh aku tinggalkan sampai aku wafat. Ketiganya adalah puasa tiga hari setiap bulan (puasa ayyamul bidh), shalat dhuha, dan *tidur dalam keadaan sudah melakukan witir (shalat lail)* (HR Muslim)

🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌🕌
FATWA TARJIH

Kapan Waktu Pelaksanaan Shalat Witir?

Menurut pandangan Muhammadiyah, shalat witir disebut juga shalat lail sebagaimana juga disebut shalat tahajjud, qiyamu lail dan qiyamu Ramadhan. (lihat HPT hal. 341). 

Shalat lail disebut shalat tahajjud karena shalat tersebut dilaksanakan setelah bangun tidur.  

Disebut shalat witir karena dalam melaksanakan shalat tersebut diakhiri dengan witir (bilangan ganjil). 

Disebut sebagai qiyamu lail karena shalat tersebut dilaksanakan lama qiyam (berdiri untuk bacaan yang panjang pada waktu malam. 

Disebut sebagai qiyamu Ramadhan karena shalat tersebut dilakukan pada bulan Ramadhan. 

Dan istilah yang sering digunakan untuk shalat lail di bulan Ramadhan adalah shalat tarawih, karena dalam shalat malam tersebut dilaksanakan dengan bacaan yang bagus dan lama dan setelah empat rakaat pertama dan kedua ada istirahat sebentar. (al-'Utsaimin, Majalis Syahr Ramadhan)

Adapun waktu pelaksanaannya, menurut jumhur (kebanyakan) ulama menyatakan bahwa waktu pelaksanaannya dimulai rentang waktu antara setelah shalat Isya' sampai dengan terbitnya fajar (shalat Subuh). 

Hal ini didasari melalui beberapa hadits berikut, yang diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: Pada setiap malam Rasulullah saw melaksanakan shalat witir kadang di awal malam (menhelang tidur), 
kadang pertengahan malam ,
dan yang paling sering di akhir malam, 
 Waktu shalat witir hingga waktu sahur (terbitnya fajar)”. [HR. al-Jama’ah]

“Diriwayatkan dari Abu Sa’id, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Laksanakanlah shalat witir sebelum kamu mengalami waktu fajar”. [HR.al-Jama’ah, kecuali al-Bukhari dan Abu Dawud]

Kemudian, tidak ada larangan terkait dengan waktu pelaksanaan shalat witir sesudah shalat Isya’ tanpa shalat tahajud terlebih dulu. Bahkan seandainya merasa khawatir akan tidak melaksanakan shalat witir di tengah atau akhir malam, maka sebaiknya shalat witir dilaksanakan setelah shalat Isya'. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits,

Artinya : “Diriwayatkan dari Jabir, dari Nabi saw beliau bersabda; “ *Siapa di antaramu khawatir tak akan dapat bangun pada akhir malam, maka hendaklah ia shalat witir/tahajjud/lail lalu tidur* . 

Dan barang siapa percaya akan dapat bangun pada akhir malam, hendaklah ia shalat witir/tahajjud/lail pada akhir malam itu, sebab akhir malam itu disaksikan malaikat dan hal itu lebih utama.” [HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw menganjurkan padaku tiga perkara, puasa tiga hari tiap bulan, (shalat) dua raka’at Dluha dan *agar aku kerjakan shalat witir sebelum tidur*”. [HR. Muslim]

Akan tetapi, apabila telah melakukan shalat witir/tahajjud/lail di awal malam, 
Pada malam atau akhir malam, bisa shalat lagi dengan rakaat genap, tidak perlu diakhiri rakaat ganjil (witir)

Hal ini didasari hadist nabi yang artinya :

“Diriwayatkan dari Talq Ibn ‘Ali ia berkata: Saya mendengar Nabi saw bersabda: Tidak ada dua witir dalam satu malam.” [HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasai]

Dengan demikian Tim Fatwa Tarjih menyimpulkan, meskipun tidak ada larangan mengerjakan salat witir/lail/tahajjud di awal malam (sesudah mengerjakan shalat isya’) , akan tetapi mengerjakannya pada akhir malam adalah lebih utama.
 Hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW riwayat Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Jabir seperti telah disebutkan dimuka dan juga hadits berikut:

Artinya: “Diriwayatkan dari Nafi’, dari Ibnu Umar, dari Nabi saw, beliau bersabda: Jadikanlah shalat witir sebagai akhir shalatmu di malam hari.” [HR. Muslim]
 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : أَوْصَانِي خَلِيلِي – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَرَكْعَتَي الضُّحَى ، *وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَرْقُدَ* . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِِ

وَ *الإيتَارُ قَبْلَ النَّوْمِ* ،
إنَّمَا يُسْتَحَبُّ لِمَنْ لاَ يَثِقُ بِالاسْتِيقَاظِ آخِرَ اللَّيْلِ فَإنْ وَثِقَ ، فَآخِرُ اللَّيْلِ أفْضَلُ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kekasihku—Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam—mewasiatkan kepadaku untuk puasa tiga hari setiap bulan, mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat, *dan sudah melakukan shalat witir ( *lail/tahajjud* ) *sebelum tidur* (bukan sesudah shalat isyak).” 
(Muttafaqun ‘alaih)
 [HR. Bukhari, no. 1178 dan Muslim, no. 721

Riwayat Imam Bukhari.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ:
 أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ:
 «صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلاَةِ الضُّحَى، *وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ* »

Diriwayatkan dari Abu Hurairah yang bercerita, “Orang terbaik bagiku, yaitu Nabi saw, mewasiatkanku tiga yang tak boleh aku tinggalkan sampai aku wafat. 
Ketiganya adalah puasa tiga hari setiap bulan (puasa ayyamul bidh), 
shalat dhuha, 
dan *tidur dalam keadaan sudah melakukan shalat witir* (HR Bukhari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar