OLEH, M. BUSYROWI ABDULMANNAN
I. SHALAT SHALAT SUNNAT :
A. Selain shalat wajib / lima waktu, disebut shalat sunnat
B. Semua sholat sunnat sebaiknya dilakukan di rumah, dengan munfarid/ sendiri walaupun boleh dengan berjamaah.
Kecuali ada yang memang disunnahkan dilakukan di luar masjid dan rumah. Diantara shalat Id, shalat istisqa’, ini dibahas tersendiri
Boleh juga shalat shalat sunnat dilakukan dimasjid baik sendiri atau berjamaah
C. Hadits hadits tentang pelaksanaan shalat sunnat
1. Dari Zaid bin Tsabit, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَصَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِى بُيُوتِكُمْ ، فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ الْمَرْءِ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوبَةَ
“Shalatlah kalian wahai manusia di rumah kalian. Karena sebaik-baik shalat kalian adalah shalat di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari no. 731).
2. Dari Zaid bin Tsabit riwayat An-Nasaa-i
عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: صَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ أَفْضَلَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوْبَةَ
bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wahai manusia , sholatlah kalian di rumah-rumah kalian, karena shalat seseorang yang paling afdhal (lebih utama) itu dikerjakan di rumahnya, kecuali shalat fardhu.”
3. Dari Jabir bin ‘Abdullah riwayat imam Muslim
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا قَضَى أَحَدُكُمْ الصَّلَاةَ فِي مَسْجِدِهِ فَلْيَجْعَلْ لِبَيْتِهِ نَصِيبًا مِنْ صَلَاتِهِ فَإِنَّ اللَّهَ جَاعِلٌ فِي بَيْتِهِ مِنْ صَلَاتِهِ خَيْرًا
ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Bila seseorang dari kalian selesai shalat di masjid, hendaknya ia menjadikan sebagian shalat di rumahnya, sebab Allah menjadikan kebaikan dari shalatnya di rumahnya.” (Hadits SHOHIH, diriwayatkan oleh imam Muslim no. 778).
4. Dari Abu Musa riwayat Al-Bukhari
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِي يُذْكَرُ اللهُ فِيهِ وَالَّذِي لَا يُذْكَرُ اللهُ قِيْهِ كَمَثَلِ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda: “Perumpamaan rumah yang disebut nama Allah di dalamnya dan rumah yang tidak disebut nama Allah di dalamnya, seperti perumpamaan orang hidup dan orang mati.” (Hadits Shahih, diriwayatkan Al-Bukhari nomor.6407).
5. Abdullah bin Sa’ad riwayat Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Majah
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: أَيُّمَا أَفْضَلُا لصَّلَاةُ فِي بَيْتِي أَوْ الصَّلَاةُ فِي الْمَسْجِدِ؟ قَالَ: أَلَا تَرَى إِلَى بَيْتِيْ مَا أَقْرَبُهُ مِنَ الْمَسْجِدِ, فَلِأَنْ أُصَلِّيَ فِي بَيْتِي أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُصَلِّيَ فِي الْمَسْجِدِ, إِلَّا أَنْ تَكُوْنَ صَلَاةٌ مَكْتُوْبَةٌ
Abdullah bin Sa’id berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah SAW, “Mana yang lebih utama; shalat di rumahku atau shalat di masjid?” Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidakkah kamu lihat rumahku? Betapa dekatnya ia dari masjid. Sungguh aku shalat (sunnah) di rumahku lebih aku sukai daripada shalat di masjid, kecuali shalat yang diwajibkan.” (Diriwayatkan Ahmad (IV/342), Ibnu Khuzaimah (II/210), Ibnu Majah (8731) dan ditakhrij Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah (1133).)
6. Beliau Shallallahu alaihi wasallam bersabda :
صلاة الرجل تطوعًا حيث لا يراه الناس تعدل صلاته على أعين الناس خمسًا وعشرين درجة
“Shalat sunnah yang dikerjakan seseorang di tempat yang tidak dilihat orang lain, senilai 25 kali derajat shalat sunnah yang dia kerjakan di tengah banyak orang.” (HR. Abu Ya’la, Shahih Al-Jami 7269)
D. Shalat sunat boleh juga dilakukan secara berjamaah di rumah atau masjid
II. MACAM MACAAM SHALAAT SUNNAT
1. SHALAT sunnat RAWATIB, artinya shalat yang mengiringi shalat wajib, baik sebelum atau sesudahnya
2. Semua shalat rawatib dilakukan sendiri / munfarid. Dari Jabir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا قَضَى أَحَدُكُمُ الصَّلاَةَ فِى مَسْجِدِهِ فَلْيَجْعَلْ لِبَيْتِهِ نَصِيبًا مِنْ صَلاَتِهِ فَإِنَّ اللَّهَ جَاعِلٌ فِى بَيْتِهِ مِنْ صَلاَتِهِ خَيْرًا
“Jika salah seorang di antara kalian menunaikan shalat di masjid, jadikanlah shalatnya (shalat sunnah) pula sebagiannya di rumah. Karena Allah akan menjadikan shalat tersebut kebaikan bagi rumah tersebut.” (HR. Muslim no. 778)
3. Disunnahkan berpindah tempat tersebut berdasarkan hadits As Saa-ib bin Yazid bahwa Mu’awiyyah radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepadanya, “Apabila engkau telah shalat Jum’at, janganlah engkau sambung dengan shalat lain sebelum engkau berbicara atau pindah dari tempat shalat. Demikianlah yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan pada kami. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنْ لاَ تُوصَلَ صَلاَةٌ حَتَّى نَتَكَلَّمَ أَوْ نَخْرُجَ
“Janganlah menyambung satu shalat dengan shalat yang lain, sebelum kita berbicara atau pindah dari tempat shalat.” (HR. Muslim no. 883).
4. Macam macam shalat rawatib sebagai berikut :
- ROWATIB QOBLIYAH SHUBUH,
a. 2 rokaat , dinamakan juga sholat sunnat Fajar
b. rokaat pertama membaca QS Al Kafirun, rokaat kedua QS Al Ikhlas
c. pahalanya, lebih baik dari dunia dan seluruh isinya
d. tidak ada shalat sesudah shalat shubuh, maksudnya tidak ada shalat sunnat rawatib ba’diyah shubuh
e. berarti kalau shalat sunnat yang lain boleh dilakukan sesudah shubuh, ,isalnya shalat janazah, shalat safar,shalat gerhana
- ROWATIB QOBLIYAH DLUHUR,
a. 2 rokaat saja. Atau 4 rokaat , caranya 2 rokaat kemudian 2 rokaat lagi
b. dijauhkan dari api neraka
- ROWATIB BA'DIYAH DLUHUR,
a. 2 rokaat saja. Atau 4 rokaat caranya 2 rokaat kemudian 2 rokaat lagi
b. dalam hadits tidak disebutkan secara jelas pahalanya
- ROWATIB QOBLIYAH JUMAT
a. shalat sunnat setelah adzan sesaat sebelum khotib berkhutbah, tidak ada tuntunan dari Nabi
b. kalau shalat menanti khotib naik mimbar, ada tuntunannya ( disebut shalat intidhor=menanti ) dengan tidak disebutkan maksimal rokaatnya
- ROWATIB BA'DIYAH JUM'AT,
a. jika dilakukan di masjid 4 rokaat, boleh dilakukan satu salam, tanpa tahiyat awal.
b. jika dilakukan di rumah 2 rokaat
- ROWATIB QOBLIYAH 'ASHAR,
a. 2 rokaat saja.
b. Atau 2 rokaat kemudian 2 rokaat lagi, dijauhkan dari api neraka
f. Nabi tidak rutin mengamalkan
- ROWATIB BA’DIYAH 'ASHAR,
a. Tidak dituntunkan shalat rawatib ba’diyah ‘Ashar
b. tidak ada shalat sesudah shalat ‘Ashar, maksudnya tidak ada shalat sunnat rawatib ba’diyah ‘Ashar
c. berarti kalau shalat sunnat yang lain boleh dilakukan sesudah ‘Ashar , misalnya shalat janazah, shalat safar, shalat gerhana
- ROWATIB QOBLIYAH MAGHRIB,
a. Sebanyak 2 rokaat
b. Nabi bersabda , "bagi siapa yang mau saja"
c. namun Nabi tidak rutin / jarang mengamalkan mengamalkan
- BA'DIYAH MAGHRIB,
a. 2 rokaat
b. dalam hadits tidak disebutkan secara jelas pahalanya
- BA'DIYAH 'ISYAK,
a. 2 rokaat ( bahkan dari Aisyah riwayat Ahmad, Abu dawud,
b. 4 atau 6 rokaat ) dalam hadits tidak disebutkan secara jelas pahalanya.
2. SHALAT DLUKHA
a. Sebaiknya dilakukan sendiri, tidak mengapa dilakukan berjamaah
b. dilakukan 2 rokaat saja. Atau 2 , 2 atau 2, 2, 2 atu 2, 2, 2, 2. paling banyak yang dilakukan Nabi 8 rokaat, walau Nabi membolehkan lebih dari 8 rakaat.
c. Sholat sunnat dhukha 12 rokaat , hadits dla’if
d. Surat surat yang dibaca bebas. Ada pun dengan QS Ad Duha dan Asy Syam hanyalah dengan mengkaitkan kata kata Wadl Dlukha
e. Pahala : dhukha 2 rakaat sebagai shodaqoh ruas tulang,
f. 4 rakaat semua kebutuhan dunia dicukupi Allah,
g. 6 rakaaat dicatat sebagi orang taubat,
h. 8 rakaat sebaagai orang yang selalu bersyukur dan Allah akan menambah segalanya
i. bahkan jika dilakukan sesudah dzikir dan doa bakda sholat shubuh , pahalanya sama dengan umroh dan haji
3. SHALAT SYUKRUL WUDLU'
a. 2 rokaat dilakukan di rumah , waktu sebelum masuk waktu sholat wajib
b. sebab kalau masuk masjid, diutamakan sholat tahiyyatul masjid.
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهُ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ مُقْبِلٌ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
Tidaklah seorang Muslim berwudhu dengan sebaik-baiknya kemudian mengerjakan shalat dua rakaat dengan menghadirkan hati dan menghadapkan wajahnya (KHUSYU’) , melainkan telah wajib baginya syurga.”
4. SHALAT SAFAR( bepergian)
a. 2 rakaat sebelum bepergian, dilakukan di rumah
b. 2 rakat sesudah pulang. Sebaiknya dilakukan di masjid terdekat . namun dilakukan di rumh juga boleh
5. SHALAT ISIKHARAH
a. 2 rakaat, untuk memohon kepada allah dipilihkan beberapa masalah yang dihadapi
b. Waktunya kapanpun boleh, pagi, siang, malam. Tidak ada haadits yang mengharuskan malam hari
c. Ada doa khusus
d. Tidak ada hadits yang menerangkan Allah akan memberi petunjuk lewat mimpi sesudah shalat istikharah
6. SHALAT BAINAL ADZANAIN ( antara adzan dan iqomah)
a. 2 rokaat dilakukan di rumah , kemudian dilanjutkan sholat rowatib qobliyah
b. bisa juga dilakukan di masjid, jika setelah sholat tahiyyatul masjid belum masuk waktu sholat
7. SHALAT IFTITAH
a. sholat iftitah , khusus mengawali / dilakukan sesaat sebelum sholat lail
b. sholat iftitah 2 rokaat, baik rokaat pertama maupun kedua hanya membaca al fatikhah saja
c. bacaan iftitah sesudah takbirotul ihrom, tidak membaca doa iftitah ALLOOHUMM BAA’ID BAINI. Tapi doa itftitahnya SUB KHAANALLOOHI DZIL MALAKUUT WAL JABBARUUT, WAL KIBRIYAAA I WAL NGADLOMAH
8. SHALAT LAIL
a. pahalanya akan dinaikkan ke derajat yang tinggi, dicacat orang yang selalu syukur, melepas simpul godaan setan, dicatat hamba yang paling dekat dengan Allah, di akherat apa saja semua diberikan, doanya diamini Malaekat pasti dikabulkan,
b. sholat lail juga dinamai sholat tahajjud, karena dikaitkan dengan QS Al Isrok / Bani Israil : 79
c. sholat lail juga dinamakan sholat qiyaamul lail, yang artinya dilakukan malam hari
d. sholat lail juga dinamakan qiyaamur romadlon, karena dilakukan di bulan romadlon
e. sholat lail juga dinamakan sholat witir, karena dilakukan Nabi selalu dalam rokaat ganjil :
- 2 rokaat , 2 rokaat , 2 rokaat , 2 rokaat , 3 rokaat ( tanpa tahiyyat awal )
- 2 rokaat , 2 rokaat , 5 rokaat ( tanpa tahiyat awal ), 2
- 2 rokaat , 2 rokaat, 7 rokaat ( dengan tahiyat awal pada rokaat ke 6 )
- 9 rokaat ( dengan tahiyat awal pada rokaat ke 8 ), 2 rokaat
- 4 rokaat ( tanpa tahiyat awal ) , 4 rokaat ( tanpa tahiyat awal , 3 rokaat ( tanpa tahiyat awal)
- 2 rokaat , 1 rokaat saja ( khusus jika saat bangun sudah mendekati waktu shubuh )
- dari jumlah 11 itu, yang rokaat ganjil dlakukan Nabi TIDAK selalu yang akhir, perhatikan cara sholat lail Nabi diatas
- Sesudah sholat lail/witir ada doa khusus , yaitu :
SUB KHAANAL MALIKIL QUDDUS (pelan),
SUB KHAANAL MALIKIL QUDDUS (pelan),
SUB KHAANAL MALIKIL QUDDUS (mantap aagak keras),
ROBBIL MALAAAA IKATI WAR RUUKH.
f. sholat lail juga dinamakan sholat tarowwih, jika dilakukan waktu petang menjelang malam di bulan Ramadhan
sesaat sesudah sholat 'Isyak , orang Arab masih menyebut petang , dan perbuatan dipetanghari bahasa Arabnya TAROWWIH, dari kata TAROWWAHA .
III. CATATAN
1. SHALAT HAJAT. Tidak ada hadits secara textual menyebut ada shalat sunnat dengana nama shalat hajat Shalat hajat.
Hadits yang menerangkan shalat hajat tidak ada yang shahih, diantaranya dibawah ini :
Hadits pertama:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ إِلَى اللَّهِ حَاجَةٌ أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ فَلْيُحْسِنْ الْوُضُوءَ ثُمَّ لِيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ لِيُثْنِ عَلَى اللَّهِ وَلْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ لِيَقُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ لَا تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ وَلَا هَمًّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ وَلَا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلَّا قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ وَفِي إِسْنَادِهِ مَقَالٌ فَائِدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يُضَعَّفُ فِي الْحَدِيثِ وَفَائِدٌ هُوَ أَبُو الْوَرْقَاءِ
Artinya: “Abdullah bin Abu Awfa radhiyallahu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai hajat kepada Allah atau kepada salah seorang dari anak manusia, maka hendaknya ia berwudhu dan memperbagus wudhu kemudian ia shalat dua rakaat kemudian hendaklah ia memuji Allah dan hendaknya ia bershalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian ia mengucapkan:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ لَا تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ وَلَا هَمًّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ وَلَا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلَّا قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
Abu Isa berkata: “Hadits ini gharib dan di dalam sanadnya terdapat perbincangan, Faid bin Abdurrahman dilemahkan di dalam hadits dan Faid ia adalah Abu Al Warqa’. HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, Al Hakim.
Derajat Hadits: Lemah Sekali, karena sumber sanadnya ada pada Faid bin Abduirrahman dan ia adalah seorang perawi yang dituduh berdusta dalam meriwayatkan hadits.
Dan masih banyak hadits dha’if dan maudhu’ tentang shalat hajat
Oleh karenanya jikalau ada hajat yang mau disampaikan dalam shalat, maka cukuplah seseorang melakukan shalat lail / tahaajjud dan berdoa disetiap selesai empat rakaat. Atau shalat Istikharah dan menyebutkan hajatnya setelah doa Istikharah yang tuntunanya jelas berdasrkan hadis shahih. Tentang pekasaanaan shalat istikharah lihat pada halaman terakhir
2. SHALAT TASBIH
Dasar haditsnya kurang kuat diperselisihkan ulama , ada yang mengamalkan ada yang tidak
DALIL SHOLAT TASBIH
- Shalat tasbih adalah shalat yang di kerjakan empat rakaat dengan membaca surat alfatihan dan surat lain disetiap rakaatnya kemudian disambung dengan membaca Tasbih, Tahmid, Tahlil dan Takbir sebanyak lima belas kali. Kemudian pada saat ruku’setelah membaca doa ruku’ membaca kalimat diatas (tasbih, tahmid, tahlil dan takbir) sebanyak sepuluh kali. Begitu pula setelah ruku’ (setelah i’tidal), pada saat sujud dan pada waktu duduk masing-masing 10 kali. Tata cara ini berdasarkan hadis dibawah ini:
عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلعَبَّاسِ ابْنِ عَبْدِ الْمُطَلِّبْ: (يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ، أَلاَ أُعْطِيْكَ، أَلاَ أَمْنَحُكَ، أَلاَ أَحْبُوْكَ (1)، أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ (2)، إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللهُ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، وَقَدِيْمَهُ وَحَدِيْثَهُ، وَخَطَأَهُ وَعَمْدَهُ، وَصَغِيْرَهُ وَكَبِيْرَهُ، وَسَرَّهُ وَعَلاَنِيَتَهُ. عَشْرُ خِصَالٍ: أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُوْرَةٍ (3)، فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ الْقِرَاءَةِ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ فَقُلْ وَأَنْتَ قَائِمٌ: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلّهِ، وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةٍ، ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُوْلُ وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا (4) ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوْعِ. فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا، ثُمَّ تَهْوِي سَاجِدًا فَتَقُوْلُ وَأَنْتَ سَاجِدً عَشْرًا، ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ السُّجُوْدِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا، ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُوْلُهُا عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ السُّجُوْدِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا (5). فَذَلِكَ خَمْسُ وَسَبْعُوْنَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ، تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ. وَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَفِي كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّةً، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمْرِكَ مَرَّةً). رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهٍ وَابْنُ خُزَيْمَةَ فِي صَحِيْحِهِ وَالطَّبْرَانِيُّ
Dari Ikhrimah dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah SAW berkata kepada Abbas bin Abdul Muttholib: Wahai Abbas, wahai paman maukah aku berikan kepadamu, aku khususkan kepadamu serta aku ajarkan kepadamu sesuatu yang dapat menghapus sepuluh macam dosa. Apabila engkau kerjakan niscaya Allah SWT mengampuni dosa-dosamu baik di awal maupun yang akhir, yang telah lalu maupun yang baru, baik yang tidak sengaja maupun sengaja, baik dosa yang besar maupun yang kecil begitu pula baik dosa-dosa yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Yaitu engkau shalat empat rakaat dengan membaca surat Fatihah dan surat lain pada setiap rakaat. Setelah engkau selesai membaca surat tersebut di awal rakaat, maka ucapkanlah Tasbih (subhanallah), Tahmid (Alhamdulillah), Tahlil (Laa ilaha Illallah) dan Takbir (Allahu Akbar) lima belas kali. Kemudian engkau ruku’ lalu membaca tasbih, tahmid, tahlil dan takbir lima sepuluh kali. Kemudian engkau angkat kepalamu lalu membacanya sepuluh kali, kemudian saat sujud engkau baca sepuluh kali.Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud lalu membacanya sepuluh kali.Kemudian engkau sujud (yang kedua) membacanya sepuluh kali, kemudian setelah bangun dari sujud kedua engkau membacanya kembali sepuluh kali. Yang demikian itu lima puluh kali dalam setiap rakaat. Engkau kerjakan demikian dalam empat rakaat.Jika engkau mampu untuk mengerjakannya disetiap hari sekali maka kerjakanlah.Jika tidak mampu maka kerjakan disetiap jumat sekali lalu jika tetap tidak mampu maka kerjakan sekali saja di setiap tahun.Jika tetap tidak mampu maka kerjakan sekali seumur hidup. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah dalam kitab shahihnya serta At-Thabrani)
- Para ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat tasbih karena perbedaan pendapat dalam hal kualitas hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan shalat tasbih kepada Abbas bin Abdil Muthalib, pamannya (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah serta yang lainnya) di atas.
- Sebagian Fuqaha’ Ahli fiqih menyatakan hadisnya hasan sedangkan yang lainnya menyatakan dhaif. Ulama-ulama seperti Hanabilah, Hanafiyah dan Malikiyah menyatakan tidak ada hadisnya yang kuat.
- Imam Nawawi menyatakan perlu diteliti kembali tentang kesunnahan pelaksanaan shalat tasbih karena hadisnya dhaif, dan adanya perubahan tata cara dalam shalat tasbih yang berbeda dengan shalat biasa.
- Pendapat serupa dikemukakan Ibn Hajar dalam kitab Talkhish al-Habir bahwa: “yang benar adalah seluruh riwayat hadis ini adalah dhaif meskipun hadis Ibn ‘Abbas mendekati syarat hasan, akan tetapi hadis tersebut syadz karena diriwayatkan oleh satu jalur sanad dan tidak ada hadis lain yang menguatkannya apalag shalat tasbih berbeda dengan shalat-shalat yang lain”. Hadis tersebut dhaif karena di dalam sanadnya terdapat Musa bin Abd Al-Aziz yang menurut Ali bin Al-Madini Dhaif bahkan al Sulaiman menilai hadisnya munkar sehingga tidak layak dijadikan hujjah.
3. SHALAT TAUBAT
Sebagian ulama menolak memasukkan shalat taubah sebagai sunnah Nabi SAW karena :
pertama, sebagian hadis-hadisnya memang maudhu’ (palsu) dan kedua cara pelaksanaannya pun berbeda dari shalat sunnah pada umumnya.
Hadis tersebut menuntunkan supaya mandi dahulu pada malam kedua setelah shalat witir, lalu shalat 12 rakaat dengan membaca surat al-Fatihah dan al Kafirun masing-masing satu kali pada setiap rakaat, lalu surat al-ikhlas sepuluh kali.
Kemudian berdiri untuk shalat 4 rakaat hingga salam, lalu sujud dengan membaca ayat kursi lalu duduk dengan beristighfar 100 kali lalu membaca laa haula wa la quwwata illa billah juga 100 kali.
Tetapi untuk shalat taubat 2 rakaat sebagian ulama yang lain mengatakan sunnah karena didasarkan pada riwayat Ali bin Abi Thalib ra. Bahwa Abu Bakar telah meriwayatkan sebuah hadis dengan benar kepadaku bahwa Rasulullah saw bersabda:
مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي وَيَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلَّا غَفَرَ اللَّهُ لَهُ
“tak seorang pun yang melakukan dosa lalu berwudhu dan memperbagus wudhunya kemudian shalat dua rakaat ( apa saja) dan memohon ampun kepada Allah kecuali Allah mengampuninya”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
Hadis diatas sebenarnya tidak menyebutkan 2 rakaat ini sebagai shalat taubat sehingga sebagian ulama menyatakan hanya sebagai salah satu fungsi shalat, namun sebagian lagi memberikan istilah shalat taubat.
Meskipun juga mendapatkan kritikan.Hadis dua rakaat diatas merupakan hadis yang berkualitas hasan.Dan dapat diambil kesimpulan siapa saja yang memperbagus wudhunya dan melaksanakan shalat dua rakaat ( apa saja ) lalu bertaubat dan memohon ampun kepada Allah maka pasti Allah SWT mengampuni dosa-dosanya.
4. Tidak ada hadits secara textual menyebut ada shalat sunnat dengana nama shalat taubat
b. Sholat Taubat yang dianjurkan dalam Islam adalah yang tata caranya adalah seperti sholat-sholat sunnah lainnya, adapun jumlah reka’atnya tidak ada batas tertentu, dibolehkan dengan dua reka’at seperti yang termaktub pada hadist yang akan disebut di bawah nanti, dibolehkan juga lebih dari itu.
c. Memang di dalam hadist tersebut tidak disebutkan atau dinamakan sholat Taubat, tetapi selama tata caranya benar, maka pemberian nama tidak ada masalah. Hadist yang menunjukkan Sholat Taubah adalah hadist Abu Bakar as-Sidiq ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda :
ما من عبد يذنب ذنبا فيحسن الطهور ثم يقوم فيصلى ركعتين ثم يستغفر الله إلا غفر الله له
“Tidaklah seorang hamba melakukan suatu perbuatan dosa lalu dia bersuci dengan sebaik-baiknya, kemudian dia berdiri dan mengerjakan shalat dua rakaat, dan disusul dengan memohon ampunan kepada Allah melainkan Allah akan memberikan ampunan kepadanya” (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud)
d. Adapun sholat Taubat dengan tata cara khusus yang sering dilakukan oleh sebagian kaum muslimin adalah sholat Taubat yang tidak boleh diamalkan karena -hadist yang menyebutkan hal tersebut adalah hadist palsu.
Tata cara yang disebutkan dalam hadist palsu tersebut adalah sebagai berikut :
- harus didahului dengan mandi malam senin setelah sholat witir
- jumlahnya 12 reka’at
- pada setiap reka’atnya membaca surat Al Fatihah dan surat Al Kafirun satu kali, kemudian membaca surat Alikhlas 10 kali.
- kemudian berdiri lagi dan sholat empat reka’at
- setelah salam hendaknya melakukan sujud dan membaca ayat kursi dalam sujud
- kemudian duduk dan beristighfar 100 kali dan sholawat 100 kali juga.....dst
Para ulama menyebutkan bahwa hadist tersebut palsu, dan tidak boleh diamalkan sama sekali.
( Referensi CD Maktabah Syamilah Syakir Jamaluddin, Shalat sesuai tuntunan Nabi Saw, Yogyakarta.: LPPI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Sayyid Sabiq, Fiqih sunnah )
5. SHALAT NISHFU SYA’BAN
Haditsnya maudlu' ( palsu ),
Tata cara sholat malam pertengahan Sya’ban adalah sebagai berikut :
Rekaatnya berjumlah 100 reka’at
Membaca setiap reka’at surat Al Fatihah dan Surat Al khlas 10 kali
Menurut para ulama tidak ada dalil yang shohih tentang sholat malam pertengahan Sya’ban ini.Hadist-hadist yang menerangkan hal itu rata-rata batil dan maudhu’ serta lemah sekali, sehingga tidak boleh diamalkan.
Apakah kita dianjurkan untuk melakukan sholat malam hari raya, seandainya iya apa dalilnya ?
Jawaban :
Ada sebuah hadist yang menerangkan tentang sholat malam hari raya, hadist tersebut berbunyi :
من قام ليلتى العيدين محتسبا لله لم يمت قلبه يوم تموت القلوب
“ Barang siapa berdiri menghidupkan malam hari raya dengan niat karena Allah swt , niscaya hatinya tidak akan mati pada saat semua hati sudah mati “ ( HR Ibnu Majah )
Hadist di atas derajatnya sangat lemah sekali, karena di dalam sanadnya ada rawi yang bernama Bqiyah bin Walid. Para ulama menyebutkan bahwa dia sering melakukan tadlis ( menyembuyikan rawi yang dho’if ), begitu juga dalam riwayat-riwayat lain dari hadist di atas selalu ada rawi yang sangat lemah, Sehingga hadist ini tidak bisa diterima.
6. SHALAT SUNNAT RAGHAIB
Dilakukan di bulan rajab , haditsnya maudlu' ( palsu ),
Pada bulan Rajab dan Sya’ban , di masyarakat kita tersebar ibadah yang bernama shalat raghaib yang biasanya dilakukan pada awal malam Jum’at pertama bulan Rajab antara shalat Maghrib dan Isya’ dan biasanya didahului dengan puasa hari Kamisnya.
Selain itu ada pula ibadah shalat nishfu Sya’ban atau shalat Alfiyah yang dilakukan pada pertengahan Sya’ban. Biasanya dilakukan sebanyak seratus raka’at dengan membaca surah Al Ikhlash sebanyak seribu kali. Bahkan terkadang dibumbui dengan fadhilah-fadhilah yang bombastis. Kita simak bagaimana pendapat Imam An Nawawi rahimahullah, ulama besar madzhab Syafi’i mengenai dua ibadah tersebut.
Ketika ditanya mengenai shalat raghaib dan shalat nishfu sya’ban, beliau menjawab:
“Segala puji bagi Allah. Dua shalat ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu’alaihi wasallam, tidak pula dilakukan oleh salah seorang shahabatnya radhiyallahu’anhum, juga tidak dilakukan oleh salah seorang dari imam madzhab yang empat rahimahumullah, tidak ada pula satu isyarat pun bahwa mereka mereka melakukan kedua shalat ini. Demikian juga tidak dilakukan oleh seorang ulama yang menjadi teladan. Tidak ada satu riwayat pun yang shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan juga riwayat dari pada ulama yang menjadi teladan.
Kedua ibadah ini baru muncul pada masa-masa belakangan. Melakukan kedua shalat ini merupakan bid’ah yang munkar dan perkara batil yang diada-adakan.
Dan terdapat hadits shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: “Jauhilah perkara yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan itu sesat“. Dan dalam shahihain dari Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan perkara yang tak ada asalnya dalam agama kami, maka perkara tersebut tertolak“. Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Rasululullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada asalnya dari kami, maka itu tertolak“.
Semestinya setiap orang menghindari kedua shalat ini dan memperingatkan orang darinya, menjauhkan diri darinya, dan mencela perbuatan tersebut, sertan menyebarkan larangan untuk melakukannya.
Terdapat hadits shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu maka dengan hatinya“.
Dan merupakan kewajiban bagi para ulama untuk memperingatkan umat darinya. Dan hendaknya mereka menjauhkan diri dari ibadah tersebut lebih serius daripada orang lain, karena mereka merupakan panutan bagi orang lain.
Janganlah tertipu dengan banyaknya orang awam atau semisalnya yang melakukan ibadah ini. Sesungguhnya yang patut diteladani itu adalah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dengan perintah dan larangannya, serta apa-apa yang beliau peringatankan” (Musajalah Ilmiyah Baynal Imamain Jalilain Al Izzibni Abdissalam Wabni Shalah, 45-47).
Di tempat lain ketika ditanya mengenai shalat raghaib, beliau menjawab,
هي بدعة قبيحة منكرة أشد إنكار، مشتملة على منكرات فيتعين تركها والإعراض
“Ibadah tersebut termasuk bid’ah tercela serta munkar yang paling munkar. Mengandung berbagai macam kemungkaran. Maka sudah jelas kewajiban meninggalkannya dan berpaling darinya” (Fatawa Imam An Nawawi, 57)
Bahkan di tempat lain ketika membahas shalat raghaib, beliau lebih tegas lagi,
قاتل الله واضعها ومخترعها , فإنها بدعة منكرة من البدع التي هي ضلالة وجهالة وفيها منكرات ظاهرة . وقد صنف جماعة من الأئمة مصنفات نفيسة في تقبيحها وتضليل مصليها ومبتدعها ودلائل قبحها وبطلانها وتضليل فاعلها أكثر من أن تحصر
“Semoga Allah memerangi orang yang mengada-adakan dan membuat-buat ibadah ini. Karena ibadah in adalah bid’ah yang munkar, termasuk dalam bid’ah yang sesat dan kebodohan. Di dalamnya terdapat berbagai kemungkarna yang nyata. Beberapa ulama telah menulis tulisan bermanfaat yang khusus mencela dan menjelaskan kesesatan serta kebid’ahan ibadah ini. Juga menjelaskan dalil tentang betapa tercela, batil dan sesatnya, orang yang melalukan ibadah tersebut dengan dalil yang terlalu banyak untuk bisa dihitung” (Syarah Shahih Muslim, 8/20)
Maka jelaslah bahwa shalat raghaib dan shalat alfiyah adalah ibadah yang diada-adakan, tidak ada tuntunannya dari syariat Islam. Imam An Nawawi rahimahullah, ulama besar madzhab Syafi’i, sangat tegas dalam menjelaskan hal ini. Maka sangat aneh jika orang-orang yang mengaku bermadzhab Syafi’i malah mengamalkannya.
Dari penjelasan-penjelasan di atas juga kita bisa melihat betapa Imam An Nawawi sangat tegas terhadap perbuatan bid’ah dalam agama. Beliau dan juga para ulama ahlussunnah rahimahumullah mencela dan mengingkari perbuatan bid’ah, karena mereka meneladani Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan para sahabat yang juga tegas dalam mengingkari perbuatan bid’ah.
7. SHALAT SUNNAT IHRAM
Adapun tentang shalat ihram secara khusus, tidak ada riwayat / hadits dari Nabi SAW yang menjelaskannya disunnahkan shalat sunnah ihram.
Disunahkan berihram setelah shalat, sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar dalam shahih Bukhary bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَتَانِيْ الَّليْلَةَ آتٍ مِنْ رَبِّيْ فَقَالَ : صَلِّ فَىْ هَذَا الْوَادِىْ الْمُبَارَكِ وَقُلْ عُمْرَةً فِىْ حَجَّةٍ
"Tadi malam utusan dari Rabbku telah datang lalu berkata: "Shalatlah di Wadi (lembah) yang diberkahi ini dan katakan: “Umrotan fi hajjatin."
yang benar ialah diterangkan dalam hadits Jabir RA :
فَصَلَّىْ رَسُوْلُ اللهِ فِيْ الْمَسْجِدِ ثُمَّ رَكِبَ الْقَصْوَاءَ حَتَّى إِذَا اسْتَوَتْ بِهِ نَاقَتَهُ عَلَىْ الْبَيْدَاءِ أَهَلَّ بِالْحَجِّ
"Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat (DHUHUR) di masjid (Dzulhulaifah) kemudian menunggangi Al-Qaswa' (nama onta beliau) sampai ketika ontanya berdiri di al-Baida' , beliau berihram untuk haji". [HR.Muslim].
Maka yang sesuai dengan Sunnah, lebih utama dan sempurna adalah berihram setelah shalat fardhu, akan tetapi apabila tidak mendapatkan waktu shalat fardhu maka terdapat dua pendapat dari para ulama:
Pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Sebagaimana beliau katakan dalam Majmu' Fatawa 26/108: "Disunnahkan berihram setelah shalat, baik fardhu maupun tathawu' (sunnah) kalau ia berada pada waktu (shalat) tathawu' (sunnah) menurut salah satu dari dua pendapat.
Pada pendapat yang lain: kalau dia shalat fardhu maka berihram setelahnya, dan jika tidak maka tidak ada shalat yang khusus bagi ihram dan ini yang rajih."
cukuplah masuk masjid dengan shalat tahiyyatul masjid
Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Darul Falah, 2007.
HANYA UNTUK KALANGAN SENDIRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar